23 Februari 2009

Perlu Kebijakan Fundamental

Oleh Frans Anggal

Angin puting beliung dan hujan deras merusakkan rumah warga Desa Dulir, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata. Sedangkan di Desa Lamalera A, banjir besar mengancam talud pengaman dan rumah warga sekitar. Dalam dua bulan terakhir sudah 22 rumah warga yang rusak. Itu di Lembata. Berita serupa akan lebih panjang bila semua bencana pada 8 kabupaten di Flores disebutkan satu per satu dalam dua bulan terakhir. Apalagi di seluruh Indoenesia.

Bencana yang beruntun membuat kita tidak bisa lagi bangga menjuluki negeri kita jamrud khatulistiwa. Kenyataannya, Indonesia sudah menjadi negeri sejuta bencana. Banjir dan longsor di musim hujan, kebakaran hutan dan kekeringan di musim kemarau. Begitulah yang kita alami beberapa tahun terakhir.

Kalau dicermati, sebagian besar bencana tidak serta merta datang, tapi didahului perusakan lingkungan, kebijakan yang tidak memenuhi aspirasi masyarakat, serta tidak beresnya manajemen bencana dari pemerintah. Karena itu, tidak salah bila dikatakan bencana paling serius di negeri ini adalah bencana lingkungan alias bencana yang ‘direncakan’, bukan bencana alam.

Dari rentetan bencana lingkungan yang semakin meluas dan meningkat, semestinya para penentu kebijakan belajar dan segera mengambil langkah kebijakan fundamental, holistik, dan berjangka jauh ke depan. Hanya dengan demikian, bencana tidak menjadi siklus tahunan yang tetap berulang.

Kebijakan fundamental yang diharapkan adalah kebijakan fundamental menghindari bencana lingkungan dan bukan sekadar memfasilitasinya. Yang mendesak adalah penghentian konversi penggunaan lahan hutan alam, penggunaan teknologi ramah lingkungan, penggunaan energi ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Mudah atau sulitnya kebijakan ini sangat bergantung dari komitmen moral dan politik pemerintah untuk menyelamatkan kehidupan. Kalau komitmen sudah ada, kebijakan teknis operasional bisa disiasati. Selanjutnya diperlukan kepiawaian mencari alternatif kebijakan yang ramah lingkungan. Bila komitmen moral telah dimiliki, kebijakan teknis operasional yang sulit berupa alternatif kebijakan yang ramah lingkungan tentu bisa dicarikan jalan keluarnya kendati tidak gampang dan membutuhkan pengorbanan jangka pendek namun memberi harapan akan keselamatan jangka panjang.

Dengan berakhirnya pertemuan PBB di Bali sebulan lalu tentang perubahan iklim, diharapkan para penentu kebijakan negeri ini segera merancang dan menerapkan kebijakan fundamental dimaksud. Pengalaman pahit dari tahun ke tahun kiranya cukup menyadarkan kita perlunya mengambil langkah kebijakan fundamental, holistik, dan berjangka jauh ke depan.

"Bentara" FLORES POS, Rabu 9 Januari 2008

Tidak ada komentar: