05 April 2011

”Trio Maut” dari Matim

Bupati-DPRD-Kapitalis vs Masyarakat Adat

Oleh Frans Anggal

Pertemuan antara warga Serise dan PT Arumbai Mangabekti terkait sengketa Lingko Rengge Komba, areal Arumbai menambang mangan di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai Timur, gagal mencapai kesepakatan. Pertemuan di mapolres di Ruteng, Sabtu 4 April 2011. Pemrakarsa Kapolres Hambali. Hadir, Kajari Gembong Priyanto, Ketua PN Robert, Dandim Abdul Fatony, dan Kadistamben Manggarai Timur Thomas Ngalong (Flores Pos Senin 4 April 2011).

Arumbai tetap berpendirian, penambangan di Lingko Rengge Komba sah. Sebab, pihaknya telah mendapat izin dari Gendang Satar Teu. "Kalau dirugikan, silakan gugat Satar Teu. Karena kita dapat izinan dari Satar Teu," kata Ahmadi, kepala perwakilan Arumbai.

Sedangkan Serise tetap bersikap, penambangan itu ilegal. Sebab, Lingko Rengge Komba bukan milik Satar Teu, tapi milik Serise. Dan Serise tidak pernah memberi izin atau menyerahkannya untuk ditambang. "Kami tidak (ber)perkara dengan orang Satar Teu, tapi dengan perusahaan (Arumbai) yang merusak lingko kami," kata Sipri Amon, tua teno Serise. Tuntutannya: kembalkan ruang hidup mereka. Hentikan kegiatan di lingko mereka, Rengge Komba.

Yang mengikuti kasus ini tentu tidak asing dengan sikap dan argumentasi kedua belah pihak. Yang baru di sini hanyalah forumnya. Para pihak dipertemukan oleh kapolres. Sebelumnya, diupayakan oleh Bupati Manggarai Timur Yoseph Tote, di Dampek, tapi gagal karena Serise tidak hadir. Serise tidak hadiri karena pemkab berpihak secara salah setelah mewawas secara salah.

Menurut pemkab, masalah pokok di Serise bukan masalah tambang tapi masalah tanah. Maksudnya, sengketa itu bukan sengketa Serise vs Arumbai, tapi sengketa Serise vs Satar Teu. Ini cara wawas yang sesat. Dan kesesatan itu semakin terlihat dalam pertemuan yang diprakarsai kapolres.

Dalam pertemuan tersebut, tua adat Satar Teu, Herman Lau, menegaskan, Satar Teu tidak pernah menyerahkan Lingko Rengge Komba ke Arumbai. "Yang diserahkan hanya Lingko Golo Bongko. Buktinya, ada surat penyerahan. Untuk Rengge Komba, tidak ada." Pernyataan ini mementahkan argumentasi Arumbai. Sebaliknya, mengukuhkan argumentasi Serise.

Sejalan dengan itu, sesat wawas pemkab pun semakin tersingkap. Masalah pokok di Serise bukan masalah tanah, tapi masalah tambang. Sengketanya bukan Serise vs Satar Teu, tapi Serise vs Arumbai. Arumbai menambang di Lingko Rengge Komba tanpa izin Serise selaku pemilik. Arumbai menyerobot. Dengan demikian, penambangannya ilegal.

Tidak hanya secara lisan. Secara tertulis, masyarakat adat Satar Teu telah membuat pernyataan. Bertanggal 1 Februari 2011. Ditujukan kepada kapolres. Isinya, antara lain, Satar Teu tidak pernah menyerahkan Lingko Rengge Komba kepada Arumbai. "Berdasarkan sejarah leluhur kami, Rengge Komba adalah milik masyarakat adat Serise. Kami merasa tidak berhak untuk menyerahkan Rengge Komba kepada PT Arumbai Mangabekti."

Masyarakat adat ini prihatin dengan sikap bupati, DPRD, dan Arumbai. Tiga pihak ini tetap saja menyebarkan informasi sesat bahwa masyarakat adat Satar Teu telah memberi izin kepada Arumbai untuk mengeksploitasi Rengge Komba dengan sejumlah kompensasi yang telah diberikan Arumbai.

Bukan hanya masyarakat adat Satar Teu yang heran. Masyarakat adat Serise pun heran. Kita juga ikut heran. Arumbali, bupati, dan DPRD begitu kompaknya. Mereka jadi "trio", berdiri satu kaki, membawa maut bagi masyarakat adat yang ruang hidupnya dicaplok tambang. "Trio Maut" dari Matim!

“Bentara” FLORES POS, Selasa 5 April 2011

Tidak ada komentar: