08 Oktober 2015

Anggota DPRD Bawahan Dirut PDAM



Oleh Frans Anggal

Terbetik kabar, beberapa anggota DPRD Ende menerima SPPD dari direktur PDAM. Tujuannya ke Jakarta, untuk  konsultasi dan asistensi pembuatan perda tentang penyertaan modal ke perusahaan daerah tersebut. Berapa jumlah anggota DPRD-nya tidak disebutkan. Berapa besar SPPD-nya tidak diungkapkan. Yang pasti, itu benar, diakui Dirut PDAM Ende Soedarsono sendiri (Flores Pos, Jumat, 2 Oktober 2015).

Gratifikasi? Oh, tidak, kata Dirut Soedarsono, “Ini bukan suap atau gratifikasi. Ini untuk kepentingan pembuatan perda.” Bantahan dirut diteguhkan Ketua Baleg DPRD Ende Yohanes Pela.  Ini tidak menyalahi aturan dan tidak menjadi persoalan,  karena “SPPD tersebut digunakan untuk konsultasi ke Jakarta. Ini murni untuk pembuatan perda inisiatif.” 

Publik tidak mudah terima. Pusat Advokasi Masyarakat (Pusam) dan Forum Kesejahteraan Masyarakat Kecil (FKMK) mendesak Kejari  Ende lakukan pemeriksaan. Perlu dipastikan, pemberian SPPD ini  gratifikasi atau bukan. Kalau itu gratifikasi, proses hukum harus dilanjutkan sampai tuntas  (Flores Pos, Sabtu, 3 Oktober 2015).

Pemred Flores Pos Pater Steph Tupeng Witin SVD dalam editorial “Bentara” Flores Pos edisi Senin, 5 Oktober 2015,  mendukung Kejari Ende mengusut “dugaan suap” ini. Selain untuk memastikan ini  suap atau bukan, pengusutan bertujuan  “membersihkan institusi DPRD dari orang-orang yang patut diduga sedang tersesat.”

Desakan pengusutan juga datang dari Forum Gabungan Elemen Masyarakat (Forgema). Kejari Ende pun tanggap. Kasi Intel Rochman Marsudi berjanji,  dalam waktu dekat pihaknya melakukan pemeriksaan (Flores Pos, Selasa, 6 Oktober 2015).

***
Makin cepat pemeriksaan itu makin baik, agar cepat terang-benderang. Sebab, kasihan PDAM dan DPRD: belum apa-apa, sudah apa-apa. Belum terbukti bersalah, mereka terlanjur sudah divonis masyarakat melalui apa yang dinamakan “peradilan sosial”.

Di mana-mana peradilan sosial itu kejam. Materi gugatannya bisa rumor, gosip, kabar angin. Penggugatnya bisa siapa saja dan anonim. Sidang gugatannya bisa kapan saja dan di mana saja. Semua orang bisa jadi jaksa, pembela, dan hakim. Peradilannya tanpa kehadiran si terdakwa: peradilan in absentia. Dengan demikian, si terdakwa tidak bisa bela diri. Bagaimana bisa, dia tidak tahu sedang diadili dan divonis.

Peradilan jenis inilah yang sedang menimpa Dirut PDAM Ende Soedarsono dan anggota DPRD Ende penerima SPPD. Di tengah masyarakat, mereka sudah dianggap bersalah. Si dirut dituding sogok dewan. Para anggota dewan dicap terima suap. Penjelasan Dirut PDAM Soedarsono dan Ketua Baleg DPRD Yohanes Pela  dianggap sebagai pembelaan diri belaka. Sebagai pihak yang terlibat dalam hal yang dianggap sebagai skandal ini, mereka sulit dipercaya.  

Jadi? Diperlukan pihak lain yang punya otoritas untuk menjernihkan masalah. Di sini perlunya intervensi penegak hukum. Makin cepat aparat penegak hukum mengklirkan masalah, makin cepat pula peradilan sosial berakhir. Di sini, proses hukum berperan sebagai pengekang kecenderungan  masyarakat pada kesewenang-wenangan.

Atas dasar itu, kita mengapresiasi Kasi Intel Kejari  Rochman Marsudi yang berjanji segera melakukan pemeriksaan. Pastikan segera kasusnya: apakah itu gratifikasi atau bukan. Dengan pemastian itu, keadilan dapat ditegakkan. Jika itu gratifikasi, lanjutkan proses hukumnya sampai tuntas. Jika bukan, hentikan. Dengan penghentian itu, nama baik dirut PDAM dan anggota  DPRD terpulihkan.

***
Bagaimana ujung akhir kasus ini nanti, belum bisa ditebak. Tapi gelagatnya terlihat. Ketua Baleg DPRD Ende Yohanes Pela mengatakan, pemberian SPPD itu tidak menyalahi aturan dan tidak menjadi persoalan. Ada dua frasa penting di situ: (1) tidak menyalahi aturan, dan (2) tidak menjadi persoalan.

Dalam hal frasa kedua, John Pela keliru besar. Dia bilang tidak menjadi persoalan. Sementara publik jelas-jelas menjadikan pemberian SPPD itu sebagai persoalan, bahkan persoalan sangat serius, sehingga mendesak kejaksaan melakukan pengusutan. Dan karena juga menganggap yang didesakkan itu adalah persoalan, Kasi Intel Rochman Marsudi pun berjanji segera melakukan pemeriksaan.

Sedangkan dalam hal frasa pertama, John Pela boleh jadi benar. Pemberian SPPD dari dirut PDAM  kepada beberapa anggota DPRD bisa saja tidak menyalahi aturan. Kenapa? Mungkin saja karena memang tidak ada aturannya. Maksudnya, aturan tertulis seperti UU. Kalau aturannya tidak ada, apa yang mau dilanggar?

Beberapa tahun silam, Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan pengujian UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi harus memenuhi delik formil. Artinya, hanya menyangkut perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan tertulis, seperti UU. Ketentuan tidak tertulis seperti asas kepatutan, rasa keadilan di masyarakat, dan norma kehidupan sosial lainnya (delik materiil) tidak diperhitungkan lagi.

Pemberian SPPD oleh dirut PDAM kepada anggota DPRD, apakah itu korupsi? Gratifikasi?  Belum tentu. Kalau tak satu pun peraturan tertulis yang dilanggar (delik formil), apalagi kalau peraturannya sendiri tidak ada, maka dugaan korupsi/gratifikasi itu tetap tinggal dugaan. Para pihak luput bulat-bulat.  

***
Taruhlah, secara hukum Dirut PDAM Soedarsono dan anggota DPRD penerima SPPD luput bulat-bulat. Habiskah persoalannya?  Persoalan hukum mungkin habis, tapi tidak persoalan lain. Persoalan kepatutan.

Coba bayangkan: direktur PDAM memberikan SPPD kepada anggota DPRD. SPPD terlanjur diidentikkan dengan uang. Yang cenderung dilupakan,  SPPD itu  singkatan dari  surat perintah perjalanan dinas. Ini surat perintah. Perintah dari atasan kepada bawahan. Siapa atasan di sini? Dia yang memberikan SPPD: dirut PDAM.  Siapa bawahannya? Mereka yang menerima SPPD: anggota DPRD.

Anggota DPRD jadi bawahan dirut PDAM! Ini sungguh tidak patut. Ini menghina diri sendiri. Menistakan rakyat yang memilih. Para wakil rakyat ternyata hanya menghiraukan apa yang mereka terima: duit. Mereka mengabaikan apa yang mereka campakkan: waka. Muruah. Kehormatan diri. ***

Dimuat pada kolom “Kutak-Kutik” Harian Umum FLORES POS, Kamis, 8 Oktober 2015.

Tidak ada komentar: