17 Maret 2009

Belajarlah dari Pepatah

Oleh Frans Anggal

Seorang ibu guru SDK 3 Maumere diadukan ke polisi karena menganiaya salah seorang murid kelas VI (13 tahun). Korban dipukul dengan kayu enam kali di pantat, kepala, lengan kanan, dan dua kali terakhir di lengan kiri hingga patah. Pelaku sudah ditahan. Ia iancam dengan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah bagaikan gunung es. Kasus di atas hanya satu dari lebih banyak yang tidak terungkap. Dari laporan yang masuk ke Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), sebanyak 192 kasus kekerasan terhadap anak di sekolah terjadi pada 2006 dan meningkat menjadi 226 pada Januari-April 2007. NTT termasuk daerah yang buruk perlakuannya terhadap anak.

Dalam dua penelitian Unicef pada 2002-2003 terungkap bahwa perlakuan terhadap anak di NTT dan NTB masih buruk dan membahayakan. "Penelitian ini dengan jelas menunjukkan bahwa jumlah tindak kekerasan terhadap anak di Indonesia sangat tinggi," demikian tertulis dalam Kajian Sekretaris Jenderal PBB mengenai Kekerasan terhadap Anak yang dipresentasikan di hadapan Sidang Umum PBB.

Di Indonesia, kekerasan sebagai metode konvensional untuk menertibkan murid dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Di Belanda sendiri, metode itu sudah dihapus sejak 1820. Sedangkan di Indonesia masih ‘dipertahankannya’ hingga 200 tahun kemudian, sampai lahir UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 54 UU ini mengatakan, "Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya." Spirit ini diperkuat oleh UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 4 Ayat 1 menyatakan, "Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia...."

Dengan adanya UU ini maka kekerasan guru terhadap murid di sekolah, baik fisik maupun nonfisik, tidak dapat dibenarkan. Kekerasan guru terhadap murid pun dapat dikatagorikan sebagai kekerasan terhadap anak dan dilaporkan sebagai tindak pidana. Inilah yang tengah menimpa ibu guru SDK 3 Maumere.

Apa pun alasannya, tindak kekerasan tidak dapat dibenarkan. Demi tegaknya disiplin di sekolah? Tidak juga. Bagi anak, disiplin itu abstrak. Disiplin perlu dikonkretkan dengan model, contoh keteladanan yang konsisten. Guru harus menjadi teladan kedisiplinan bagi murid. Pepatah Indonesia bilang: guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Guru juga harus kreatif menerapkan disiplin yang menyenangkan bagi murid. Pepatah Latin bilang: tegas dalam prinsip, namun lembut dalam cara. Belajarlah dari pepatah.

"Bentara" FLORES POS, Kamis 8 Mei 2008

Tidak ada komentar: