Oleh Frans Anggal
Anggota Komisi V DPR RI Yoseph Nai Soi mendesak Menteri Sumber Daya Mineral segera menyelesaikan masalah semburan lumpur panas Mataloko dan segala kerugian yang ditimbulkannya. Sementara itu, DPRD NTT akan menurunkan tim guna memantau kondisi riil di lapangan, terutama yang berkaitan dengan dampak semburan bagi masyarakat sekitar. Yang kasat mata, warga terutama anak-anak menderita penyakit kulit. Seng rumah warga pun rusak karena debu belerang.
Di mata wakil rakyat, kasus semburan lumpur panas pada Sumur Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Mataloko 1 (MT-1) merupakan masalah serius. Dampak buruknya bagi masyarakat sudah nyata. Penyelesaian tidak boleh ditunda-tunda. Fenomena alam sering tidak dapat diduga. Oleh karena itu, lebih cepat penanganannya lebih baik. Tak ada alasan untuk berlama-lama. Ini proyek pusat, dananya sudah ada, tinggal ditindaklanjuti.
Cara wakil rakyat melihat persoalan sudah sangat tepat. Sayangnya, ini belum nyambung dengan cara pemerintah yang masih suka royal pernyataan tapi miskin aksi. Sejauh yang dilansir media, pernyataan pejabat pemerintah cenderung mengecil-ngecilkan persoalan. Kalau melihat kasus sebelumnya, cara seperti ini tidak pantas terulang.
Pada 2005 warga tiga desa sekitar lokasi pengoboran panas bumi Mataloko sudah mengadu ke Pemerintah Kabupaten Ngada. Mereka menderita penyakit kulit dan infeksi saluran pernapasan. Diduga karena gas belerang yang bersumber dari lokasi pengeboran. Seng rumah warga juga rusak. Kurang lebih seribu tanaman perkebunan seperti kopi, vanili, avokad , dan enau juga mengering karena terkena gas belerang. Pada masa itu, pimpinan proyek PLTPB Mataloko Slamet Haryanto mengatakan, gangguan kesehatan dan kerusakan tanaman tidak akan berlangsung lama. Karena setelah PLTP dioperasikan, November 2006, semburan uap belerang akan ditutup secara permanen. Semburan uap berasal dari pipa bocor dan sumur percobaan.
Nah. Dengan terjadinya semburan lumpur panas pada Sumur MT-1, apa sesungguhnya yang sedang terjadi? Kita pantas khawatir kalau melihat kisah sumur ini. Ini sumur eksplorasi. Tahun 2002 Sumur MT-1 (bersama Sumur MT-2) dibor dengan target kedalaman 1.000 meter. Apa yang terjadi? Dengan lubang 12-1/4” pada kedalaman 207,26 meter, terjadi semburan liar uap, sehingga dilakukan grouting di sekitar sumur untuk menghindari semburan liar ke permukaan. Sumur ini pun ditutup. Sekarang, sumur yang sudah ditutup ini justru menyemburkan lumpur panas.
Pertanyaan kita: apa yang sesungguhnya terjadi? Apa dampaknya bagi masyarakat sekitar? Semuanya harus disampaikan secara transparan. Jangan dikecil-kecilkan, apalagi ditutup-tutupi.
"Bentara" FLORES POS, Rabu 28 Januari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar