Oleh Frans Anggal
Warga Tumbak di Kabupaten Manggarai Timur resah. Tanah ulayat mereka akan dijadikan areal tambang mangan oleh sebuah PT dari Jakarta. Mereka menolak seraya meminta bantuan JPIC SVD Ruteng. JPIC bersama jejaringnya turun ke Tumbak. Pulangnya, mereka mengeluarkan rekomendasi.
Ada empat butir rekomendasi. Pemkab dan perusahaan diminta menghargai hak-hak masyarakat lokal. Pemkab diminta tidak cepat-cepat mengeluarkan izin tambang. Pemkab diminta memaksimalkan usaha produktif lain. Masyarakat diminta tidak takut bersikap tegas menolak tambang.
Tiga dari empat butir rekomendasi itu ditujukan kepada Pemkab Manggarai Timur. Dan itu tepat. Dalam beberapa kali tanggapannya, termasuk soal rencana tambang pasir besi di Nangarawa, jawaban Penjabat Bupati Frans BP Leok enteng-enteng saja. Ia yakin tambang akan membawa kesejahteraan bagi daerah dan masyarakat. Kalau masyarakat masih menolak, itu karena mereka belum paham, maka diperlukan sosialisasi. Sedangkan tentang rencana tambang mangan di Tumbak, ia berharap semunya akan berjalan baik. Sebab, sudah ada studi amdal. Perusahaan pengelola tambang pun sudah mengantongi izin.
Sebagai kabupaten baru, Manggarai Timur tentu kewalahan menggenjot PAD di tahun-tahun awal. Kesulitan seperti ini dapat menggoda petinggi kabupaten menyetujui apa saja bentuk investasi asalkan mendatangkan uang bagi daerah. Investasi di bidang tambang pun disambut gembira. Selanjutnya, untuk meyakinkan masyarakat, pemerintah memamah-biak ucapan pelaku pertambangan melalui apa yang dinamakan sosialisasi.
Tim pemerintah yang sudah menjadi budak investor akan selalu mengatakan, pertambangan akan membuka isolasi suatu wilayah sambil membawa peradaban baru yang lebih baik. Berbagai fasilitas publik akan dibangun, sekolah, air bersih, puskesmas, bahkan perumahan dan tempat hiburan. Kenyataannya, selalu terbalik.
Masyarakat Manggarai Timur sudah punya bukti. Lihatlah yang terjadi di kampung Sirise, Lingko Lolok dan Luwuk. Ketika tambang mangan mulai beroperasi 1997, warga berharap kehidupan mereka semakin sejahtera. Yang terjadi kemudian, sebaliknya. Warga mengeluhkan cemaran debu dan limbah tambang. Kesehatan mereka menurun. Pembongkaran lahan dengan dinamit untuk mendapatkan mangan telah menyebabkan rusaknya lingko atau tanah ulayat.
Kisah pilu dari Sirise itu kini hendak diulang di Tumbak. Diulang oleh Pemkab Manggarai Timur, pemkab muka baru yang hanya memikirkan pundi-pundi daerah. Demi tambang, masyarakat boleh tumbang. KMT mulai tersesat. Ini tidak boleh dibiarkan.
"Bentara" FLORES POS, Senin 6 Oktober 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar