Oleh Frans Anggal
Tim Polres Ende berhasil menangkap bandar dan pengepul kupon putih (KP) dalam operasi sore hari Rabu 4 Februri 2009. Operasi ini berjalan mulus, antara lain, berkat kerja sama yang baik dengan Kodim setempat. Tampaknya, kerja sama ini harus dilakukan karena mempertimbangkan dua hal. Pertama, ada indikasi keterlibatan oknum TNI. Kedua, rumah sang bandar berada tepat di depan markas tentara, Kompi Senapan C.
Bagi masyarakat Kota Ende, kisah rumah depan markas tentara merupakan cerita lama. Boleh dibilang sudah menjadi rahasia umum. Dalam keyakinan masyarakat, polisi sudah mengantongi cukup informasi tentangnya. Yang aneh, dalam operasi pemberantasan perjudian selama ini, bahkan pada masa Kapolri Sutanto ketika segala bentuk perjudian diinstruksikan harus dilenyapkan dari muka bumi Indonesia, rumah yang satu ini aman-aman saja dari sentuhan operasi. Ada apa?
Akal sehat masyarakat mencernanya secara gampang. Rumah ini tidak tersentuh karena terletak tepat di depan markas tentara. Dan, ditengarai, ada oknum tentara yang bekerja sama dengan penghuni rumah, entah sebagai pengepul atau pengecer. Apabila polisi menggerebek rumah atau menangkap penghuninya, bisa terjadi hal yang tidak diinginkan. Polisi pun tahan-tahan diri, menunggu saat yang tepat, agar tidak terjadi konflik terbuka dengan oknum tentara.
Secara ‘resmi’, kajian akal sehat masyarakat ini tidak pernah diakui kebenarannya oleh polisi. Yang selalu dijadikan alasan adalah belum cukupnya bukti. Terkadang polisi menuntut berlebiah dari masyarakat: laporan tertulis disertai bukti agar polisi bisa bertindak. Bukankah mencari bukti itu tugas polisi? Apa gunanya intel? Bukankah cukup kalau masyarakat berperan sebagai informan saja sebagai bentuk dukungan dan kerja sama bagi keberhasilan tugas kepolisian? Menuntut berlebihan justru membuat masyarakat apatis. Gejalanya sudah terasa di tengah masyarakat.
Patut dipuji, di tengah suasana yang diwarnai apatisme dan pesimisme masyarakat memberantas perjudian, Polres Ende mengambil langkah kreatif. Dalam hal adanya indikasi keterlibatan oknum TNI, mereka menjalin koordinasi dengan Kodim. Berhasil. Bandar KP yang selama ini sulit tersentuh, akhirnya tertangkap.
Kalau saja koordinasi seperti ini dilakukan dari dulu, kisah rumah depan markas tentara tak akan selalu menjadi buah bibir yang merugikan citra polisi. Ada pelajaran berharga yang patut diteruskan di sini. Bahwa, selain perlunya mengembangkan dan memelihara dukungan dan kerjasama dari masyarakat pada tugas-tugas kepolisian, polisi perlu terus-menerus menjalin kerja sama dan koordinasi yang harmonis dengan instansi lain guna mencapai keuntungan bersama.
"Bentara" FLORES POS, Senin 9 Februari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar