27 Maret 2009

TPF Jadi Saksi? (Kasus Kematian Romo Fustin Sega Pr)

Oleh Frans Anggal

Koordinator Tim Pencari Fakta (TPF) Kematian Rm Faustin Sega Pr, Wentho A Eliando, mempersoalkan panggilan Polres Ngada terhadap dirinya. Ia hendak dimintai keterangan sebagai saksi. Menurut Wentho, TPF tidak punya kewajiban apa pun dalam memberikan keterangan sebagai saksi. TPF bukan saksi. Tugas TPF adalah mengumpulkan data dan informasi demi kepentingan pengungkapan kasus. TPF mendukung tugas dan tanggung jawab polisi.

Siapa itu saksi? Saksi adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian dramatis melalui indra mereka (penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian. Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga sebagai saksi mata.

Definisi saksi menurut hukum Indonesia tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang No 8 Tahun 1981. Pasal 1 angka 35 KUHAP menyatakan, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.

Yang juga disebut saksi adalah orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian tindak pidana. Saksi seperti ini dinamakan saksi ahli. Ada juga yang disebut saksi korban, yaitu korban yang dimintai keterangan (sebagai saksi) dalam peristiwa pidana yang menimpa dirinya.

Belum jelas benar, dalam kapasitas sebagai apa Wentho A Eliando dipanggil polisi. Yang pasti dia bukan saksi korban, karena korban hanya satu dan telah meninggal, yaitu Rm Faustin Sega Pr. Tinggal dua kemungkinan, dan ini yang perlu diminta kejelasannya dari pihak kepolisian. Apakah Wentho A Eliando merupakan tangan pertama yang dengar sendiri atau lihat sendiri peristiwa kematian itu? Ataukah ia dianggap memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu sehingga layak dijadikan sebagai saksi ahli? Atau barangkali hanya karena dia seorang koordinator TPF?

Polisi mesti transparan menyebutkan dasar dan tujuan pemanggilan serta status ke-saksi-an pihak yang dipanggil. Tanpa kejelasan seperti ini, patut dapat diduga polisi beritikad tidak baik. Bisa saja, TPF tidak dianggap sebagai mitra, tapi sebagai ‘ancaman’ dan karena itu perlu ‘dilumpuhkan’ dengan cara ‘distatuskan’ sebagai saksi. Kalau sudah begini, jelas ada yang tidak beres. Kita berharap polisi melihat TPF sebagai mitra. TPF bisa membantu polisi dalam melakukan penyelidikan secara bebas, cermat, adil, dan tuntas.

"Bentara" FLORES POS, Kamis 13 November 2008

Tidak ada komentar: