Oleh Frans Anggal
DPRD Manggarai meminta Kejari Ruteng mengalihkan status Ketua DPRD Yohanes Ongge dari tahanan kejaksaan menjadi tahanan kota demi alasan kemanusiaan. Istri Ongge sedang dalam tahanan terkait kasus pemuatan kayu ilegal. Sementara itu pembatu di rumah sudah pulang kampung. Kelima anak mereka yang semuanya di bawah umur kini terlantar. Sayang, jaksa masih tetap pada kendiriannya.
Tidak ada pengistimewaan, kata jaksa. Semua tahanan diperlakukan sama. Selama ini sudah 6 narapidana kasus korupsi masuk penjara dan 4 lainnya jadi tahanan. Penahanan didasarkan pada alasan objektif dan alasan subjektif. Alasan objektif merujuk pada UU yang mengamanatkan penahanan untuk tersangka yang diancam pidana penjara di atas lima tahun. Sedangkan alasan subjektif didasarkan pada kekhawatiran bahwa tersangka dapat mengulangi perbuatannya, menghilangkan barang bukti, dan melarikan diri.
Menahan terdakwa dengan alasan objektif itu masuk akal. Ongge bersama Kepala Asuransi Kumpulan (Askum) Jafar Abdullah terlibat kasus korupsi dana asuransi kesehatan anggota DPRD Manggrai tahun 2008. Modus operandinya: kedua tersangka mengalihkan dana asuransi rawat inap dan rawat jalan. Nota kesepahaman pun dilakukan pada Mei 2006, namun pembayarannya dihitung sejak Januari. Berdasarkan audit BPKP Perwakilan NTT, kerugian negara mencapai Rp380 juta. Atas pelanggaran hukum ini, tersangka diancam pidana penjara di atas lima tahun. Karena itulah, mereka harus ditahan.
Alasan objektif itu jelas dan tegas. Namun tidak demikian dengan alasan subjektif yang didasarkan pada kekhawatiran semata. Kekhawatiran bahwa Ongge mengulangi perbuatan yang sama tidaklah cukup kuat, kecuali kalau ia tersangka pembunuhan yang bisa membalas dendam. Kekhawatiran bahwa ia menghilangkan barang bukti juga berlebihan karena barang bukti sudah di tangan penyidik. Demikian pula kekhawatiran bahwa ia melarikan diri terlalu dicari-cari. Penjamin dan uang jaminan yang dipersyaratkan pasti bisa dipenuhi oleh tersangka.
Di samping berlebihannya alasan subjektif, masih ada persoalan lain: persoalan kemanusiaan. Anak-anak terdakwa menjadi terlantar. Semestinya ini menjadi pertimbangan khusus untuk tidak gampang menyamaratakan perlakuan demi persamaan di depan hukum. Lagi pula, yang dimohonkan hanyalah pengalihan, bukan penangguhan penahanan. Jadi, tetap ditahan, statusnya saja yang diubah. Dengan demikian, alasan objektif yang jelas dan tegas itu tetap dihargai.
Dalam amar putusan majelis hakim nanti, nasib anak-anak di bawah umur yang masih menjadi tangggungan sang ayah pasti dijadikan unsur yang meringankan. Hakim memberi tempat bagi kemanusiaan. Kenapa jaksa tidak? Untuk Ongge, tahanan kota saja sudah cukup.
"Bentara" FLORES POS Jumat 12 Desember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar