Oleh Frans Anggal
Seorang pengusaha asal Ngada, Marinaus Sae, menyayangkan kebijakan Pemkab Ngada menghilangkan Dinas Pariwisata. Dalam Perda No 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Dinas Kabupaten Ngada, dinas ini digabungkan dengan Dinas Perhubungan. Sedangkan sektor kebudayaan yang semestinya digabungkan dengan pariwisata, dimerger dengan Dinas Pendidikan. Seharusnya pariwisata dan kebudayaan dijadikan satu dinas, karena pariwisata mencakup wisata alam dan wisata budaya. Marianus Sae menilai kebijakan Pemkab Ngada ini sebagai langkah mundur.
Apa yang dilakukan Pemkab Ngada merupakan konsekuensi pemberlakukan PP No 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. PP ini mengatur komposisi SKPD di tubuh pemerintah daerah. Filosofinya, ''miskin struktur tapi kaya fungsi''. Struktur pemerintahan yang ramping akan lebih efisien dan efektif.
Perombakan besar-besaran ini sudah pasti membawa dampak tertentu. Banyak pihak merasa kepentingannya terganggu. Marianus Sae sebagai pelaku pariwisata merupakan salah satu contoh. Istilah “langkah mundur” yang digunakannya tidak salah.
Kalau ditelisik lebih jauh, ia benar. Persoalannya bukan sekadar penghilangan atau penggabungan dinas. Itu hanya ekses. Ada hal yang lebih mendasar. Terutama kalau PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dikaitkan dengan PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Pemberlakuan kedua PP tersebut menandai terpasangnya kembali fondasi pemerintahan sentralistis. Hal yang sebelumnya ditolak, kini justru dijadikan fondasi dalam penataan pemerintahan daerah.
PP 38/2007 membakukan bahwa daerah bukanlah entitas yang kewenangannya dijamin UU dan harus dihormati serta difasilitasi pemerintah pusat. Pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan, yang pada dasarnya milik pemerintah pusat. Semua urusan yang diselenggarakan pemerintah daerah, sekiranya diperlukan, bisa diselenggarakan pemerintah pusat. Ini langkah mundur. Dari desentralisasi kembali lagi ke dekonsentrasi.
Adapun PP 41/2007 mengatur organisasi perangkat daerah. PP itu mencoba membakukan nomenklatur agar pemerintah pusat tidak lagi bingung ketika berkomunikasi dengan pemerintah daerah. Jumlah unit penyelenggara pemerintahan daerah dibatasi secara ketat. Artinya apa? Perjalanan pemerintahan daerah bergantung pada apa maunya pemerintah pusat. Lagi-lagi, langkah mundur. Otonomi daerah akan tinggal menjadi kenangan.
Yang menjadi pertanyaan: apakah semua langkah mundur itu buruk? Mana lebih baik: mundur sejenak agar lebih teratur, ataukah maju terus biar ngawur lalu hancur?
"Bentara" FLORES POS, Selasa 30 September 2008
1 komentar:
Saya sering membaca tulisan-tulisan terbaru di Blog ini jelang tengah malam. Itu saat yang tepat untuk meresapi isi dan pesan yang ada di dalamnya.
Semua tulisan ini renyah, langsung tembak alias to the point tapi tetap penuh cinta, dan juga lucu. Untuk semua itu terima kasih.
Posting Komentar