Oleh Frans Anggal
Penjabat Bupati Manggarai Timur Frans B Paju Leok meminta masyarakat menjaga keamanan dan ketertiban menjelang pilkada putaran kedua. Ia mengacu pada kesuksesan putaran pertama. “Tidak ada benturan dan konflik saat itu karena semua pihak menjaga keamanan.”
Ini permintaan yang wajar dari seorang petinggi kebupaten. Yang perlu diperdebatkan adalah rujukannya pada pilkada putaran pertama. Benarkah tak ada benturan pada putaran pertama karena semua pihak berhasil menjaga keamanan dan ketertiban?
Pilkada putaran pertama ditandai dengan ketidakpastian karena dana terlambat turun. Ini mengakibatkan pengawasan, yang juga membutuhkan dana, tidak berjalan baik. Pengawasan yang longgar memberi peluang bagi banyak kecurangan. Bahwa kemudian tidak terjadi benturan, itu bukan karena tak ada kecurangan. Persoalannya lebih karena sikap masyarakat.
Kesalahan terbesar pada berbagai daerah adalah tidak berkutiknya masyarakat terhadap kecurangan, terutama yang dilakukan calon incumbent atau calon yang sedang berkuasa. Macam-macam kecurangan. Antara lain, banyak warga yang tidak mendapat hak pilih, terutama di kantong-kantong kader dan simpatisan dari lawan calon incumbent. Pengurus RT/RW menjadi kepanjangan tangan incumbent, bahkan terang-terangan menjadi koordinator pemasangan dan pendistribusian atribut kampanye. Beberapa hari menjelang pencoblosan, PNS ‘diliburkan’ untuk melakukan ‘serangan’ ke desa-desa. Belum lagi KPU mudah disogok.
Di hadapan kecurangan seperti ini yang menimpa masyarakat yang tidak banyak berkutik, semestinya panwas pilkada lebih proaktif. Poin pertama dari lima tugas dan wewenang panwas adalah mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pilkada. Jangan pasif dan paku mati pada poin kedua saja: menerima laporan pelanggaran. Celaka kalau hanya tunggu laporan. Celaka pula kalau menyimpulkan pilkada aman dan tertib hanya karena tidak ada laporan pelanggaran yang masuk ke meja panwas.
Untuk membantu kerja panwas yang cenderung pasif, pengawas independen sangat dibutuhkan. Khusus dalam pilkada putaran kedua Manggarai Timur, kehadiran dan peran aktif pengawas independen sangat mendesak mengingat salah satu calon adalah incumbent. Seorang yang sedang berkuasa cenderung menggunakan kuasa demi keuntungan diri. Ini psikologi kekuasaan. Pierre Bourdieu katakan: seorang yang memegang modal otoritas tertentu melakukan konstruksi terhadap pemikiran masyarakat agar ia dihormati, disegani, dan dipatuhi oleh kalangan yang terdominasi. Untuk menutupi motivasi sesungguhnya maka diperlukan topeng dengan mengatakan apa yang dilakukan adalah untuk kebaikan bersama.
"Bentara" FLORES POS, Selasa 16 Desember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar