28 Maret 2009

Kita Ikut Berdosa (Kasus Gantung Diri di Ende)

Oleh Frans Anggal

Rewa Mbuu (58) tewas gantung diri di Taman Rendo yang terletak di tengah Kota Ende. Pria asal Onewitu, Kecamatan Ende Utara, ini sudah beristri serta memiliki anak dan cucu. Ia pernah bekerja di Malaysia dan Kalimantan. Diduga, ia bunuh diri karena stres menanggung beban hidup sepulangnya dari tanah rantau.

Kemiskinan memang menimbulkan frustrasi pada orang yang tenggelam dalam beban hidup yang berat. Manakala gagal melakukan penyesuain diri, ia cenderung memilih agresi. Kalau bukan meniadakan orang lain yang dianggapnya sebagai penyebab, ia melenyapkan dirinya sendiri selaku pihak yang menanggung derita. Bunuh diri merupakan penyelesaian masalah yang dipilih pelaku. Jalan ini dinilainya efektif: pintas dan tuntas.

Dalam ajaran agama kristiani, bunuh diri itu dosa. Manusia dilarang mencabut nyawanya sendiri kapan pun, di mana pun, dan dengan alasan apa pun. Yang berhak hanya Tuhan. Tindakan bunuh diri sama artinya dengan merampas hak Tuhan.

Pernyataan ini tidak hendak membebankan kesalahan hanya pada pelaku. Bunuh diri tidak lahir dari kehampaan. Ia terkait dengan orang lain dan dunia sekitarnya juga. Seseorang melakukan bunuh diri karena gagal menyesuaikan diri dalam interaksi berkesinambungan dengan orang lain dan sekitarnya. Di sini, bunuh diri bukan hanya masalah individual, tapi juga masalah sosial dan struktural.

Kita hidup dalam masyarakat dengan struktur yang tidak sehat. Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengasingkan manusia. Di dunia kerja, hanya yang punya ilmu pengetahuan, keterampilan, dan modal kuatlah yang berkuasa. Kini, kalau mau menang, tak cukup menjadi yang terkuat (survival of the fittest), tapi juga harus menjadi yang tercepat (survival of the fastest). Kesenjangan kian melebar. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Biaya sekolah tak terjangkau (orang miskin dilarang pintar). Ongkos rumah sakit bertambah mahal (orang miskin dilarang sakit). Inilah buah dari modernisme dan kapitalisme.

Di tengah keadaan masyarakat dan tuntutan hidup seperti ini, apalah arti seorang Rewa Mbuu? Dia hanyalah satu dari sebagain besar warga yang merasa diri kalah dan gagal. Ke Malaysia ia mencari hidup, karena di negeri sendiri ia kesulitan lapangan kerja. Ke Kalimantan ia menyambung nyawa, karena di daerah asalnya ia diupah tak layak. Ia akhirnya kembali juga ke daerah asal, tapi bukan sebagai orang sukses. Ia tetap menjadi yang kalah dan gagal. Malah beban hidupnya semakin tak tertanggungkan. Ia akhirnya frustrasi dan lalu menempuh jalan bunuh diri.

Tindakan Rewa Mbuu memang salah dan buruk. Tapi, ingatlah, ia lahir dan hidup dalam bangsa, negara, dan masyarakat yang tidak sehat. Kita semua ikut berdosa. Dosa sosial, dosa struktural.

"Bentara" FLORES POS, Kamis 22 Januari 2009

Tidak ada komentar: