30 Maret 2009

Autopsi Ulang Itu Verifikasi

Kasus Kematian Andri Haryanto di Sikka

Oleh Frans Anggal

Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) akan berkoordinasi dengan Kapolri Bambang Hendarso Danuri untuk kepentingan autopsi ulang jenazah Andri Haryanto. Langkah ini ditempuh TPDI karena Kapolres Sikka Agus Suryatno menolak memberikan surat pengantar dan izin autopsi ulang.

Sejauh diberitakan Flores Pos, alasan penolakan Kapolres Sikka berubah-ubah. Sebelumnya ia mengatakan, autopsi ulang itu tidak etis. Pada kesempatan lain ia beralasan autopsi tidak diperlukan karena hasil autopsi yang dilakukan tim forensik Polda Bali sudah benar. Ia menilai tim forensik Polda Bali “sudah bekerja secara profesional dan independen.”

Kapolres Sikka menggunakan ‘etika’ dan ‘kebenaran’ sebagai alasan menolak mengeluarkan surat pengantar dan izin autopsi ulang. Kita tidak mendapat penjelasan, pelanggaran etika seperti apa yang dilakukan untuk suatu tindakan mencari kebenaran.

Tujuan autopsi ulang adalah mencari kebenaran. Kebenaran hakiki hanya bisa diperoleh malalui verifikasi atau pengujian dan pembuktian yang sering tidak cukup hanya sekali dilakukan. Tim forensik Polda Bali sudah melakukannya melalui autopsi. Hasilnya, korban meninggal gantung diri. Hasil autopsi cocok dengan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi, dan visum dokter. Polres Sikka pun menutup kasus ini.

Katakanlah, gantung diri itu merupakan kebenaran menurut hasil kerja tim polda dan polres. Apakah lalu kebenaran itu hanya boleh diterima begitu saja? Sama sekali tidak! Setiap kebenaran harus terbuka terhadap pengujian. Kebenaran hanya boleh diterima sebagai kebenaran bila telah melewati verifikasi. Dalam hal sebab kematian Andri, autopsi ulang merupakan upaya verifikasi itu. Tujuannya agar sebab sebenarnya kematian Andri bisa ditemukan.

Hukum kita yang tahu dan menghargai apa itu kebenaran tidak melarang autopsi ulang sebagai sarana verifikasi. Karena itu, dasar penolakan kapolres Sikka memberikan surat pengantar dan izin autopsi ulang sangatlah rapuh. Rujukan hukum dan rujukan etikanya tidak jelas dan kemungkinan besar tidak ada. Karena itu, tidak berlebihan kalau kita mengatakan, penolakannya hanya dilandasi suka dan tidak suka saja.

Kita berharap Kapolri tidak memiliki sikap yang sama seperti kapolresnya. Permohonan autopsi ulang yang diajukan TPDI perlu dipertimbangkan urgensinya dalam konteks mencari kebenaran. Hanya atas dasar kebenaran, keadilan bisa ditegakkan. Tanpa kebenaran, keadilan itu absurd. Demikian juga sebaliknya.

Untuk Kapolres Agus Suryanto, sekali lagi kita menegaskan: semua upaya mencari kebenaran atas cara yang benar adalah etis. Yang tidak etis justru upaya penghindaran.

"Bentara" FLORES POS, Selasa 17 Maret 2009

Tidak ada komentar: