Oleh Frans Anggal
Tim forensik independen dari Universitas Indonesia yang didatangkan oleh Keuskupan Agung Ende (KAE) dengan persetujuan Kapolri dan Kapolda NTT telah mengautopsi jenazah Romo Faustin Sega Pr. Hasil autopsi menyimpulkan korban meninggal akibat tindak kekerasan.
Simpulan tim forensik sangat cocok dengan hasil kerja Tim Investigasi KAE yang menemukan adanya indikasi ketidakwajaran dalam kematian. Indikasi itu terlihat dari keterangan para saksi, tempat jenazah ditemukan, posisi jenazah, cara berpakaian, sisa muntahan, lokasi parkir motor, letak helem dan sandal, dll.
Sebaliknya, simpulan ini tidak cocok dengan “simpulan sementara” Polres Ngada. Dari olah tempat kejadian perkara (TKP), visum et repertum, dan pengambilan keterangan 12 saksi, polisi tidak menemukan indikasi tindak kekerasan. Karena itu pula, polisi belum menetapkan satu pun tersangka.
Diperhadapkan dengan temuan Tim Investigasi KAE, keseriusan Polres Ngada mengusut tuntas sebab kematian Romo Faustin dipertanyakan. Polres lalu bereaksi mencari bukti lebih lanjut. Untuk tujuan itu, anehnya, Polres tidak memperhatikan simpulan dan saran Tim Investigasi KAE yang sangat membantu tugas kepolisian. Polres malah mau yang lebih jauh: autopsi. Keuskupan dan keluarga korban pun disurati minta izin, dua kali, namun tak ada jawaban.
Pihak keuskupan dan keluarga bukan tidak menyadari pentingnya autopsi. Autopsi bisa menyingkap penyebab kematian. Persoalannya, pertama, Polres Ngada belum bekerja serius. Kalau serius, tak perlu autopsi. Indikasi ketidakwajaran dalam kematian sudah sangat jelas.
Pertimbangan kedua, independensi tim autopsi. Kalau tim didatangkan oleh Polres Ngada, patut dapat diduga hasilnya hanya akan membenarkan simpulan polisi . Autopsi hanya dijadikan gong pamungkas bahwa Romo Faustin meninggal secara wajar dan karena itu kasusnya ditutup.
Di republik sialan ini, tempat hukum mudah diperjualbelikan, tempat aparat penegak hukum leluasa memperdagangkan perkara, cara pembuktian melalui autopsi mudah diselewengkan. Analog dengan bahasa, autopsi bisa digunakan untuk mengungkapkan sesuatu, tetapi juga untuk menyembunyikan sesuatu. Yang terakhir ini dikhawatirkan terjadi pada autopsi jenazah Romo Faustin kalau timnya didatangkan oleh Polres Ngada.
Syukurlah, usulan KAE mendatangkan tim forensik independen disetujui Kapolri dan Kapolda NTT. Hasilnya sangat cocok dengan temuan Tim Investigasi KAE. Sebaliknya, sangat jauh dari “simpulan sementara” Polres Ngada. Ini sebuah hasil yang tidak hanya menyingkap sebab kematian, tetapi juga menunjukkan seperti apa Polres Ngada saat ini. Oh, Polres Ngada.
"Bentara" FLORES POS, Senin 16 Februari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar