Oleh Frans Anggal
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dispenda Provinsi NTT di Manggarai berencana melakukan razia kendaraan bermotor dari rumah ke rumah, dimulai dari kota Ruteng. Langkah ini ditempuh karena memasuki bulan ketiga 2009, penerimaan dari pajak kendaraan bermotor baru mencapai 22 persen dari target Rp3miliar lebih.
“Kita kunjungi tiap rumah, entah yang memiliki kendaraan atau tidak. Operasi ini bertujuan untuk memotivasi pemilik kendaraan akan pentingnya membayar pajak,” kata kepala UPT Yoseph Ardis.
Tunggakan pajak kendaraan bermotor terjadi karena berbagai faktor. Faktor lingkungan, seperti krisis ekonomi, kendaraan bermotor pindah alamat, kendaraan telah dijual, kendaraan berada di luar kota, kesulitan persyaratan membayar pajak, kendaraan hilang, kendaraan rusak. Faktor manusia, antara lain terbatasnya operasi dinas luar. Faktor metode: sosialisasi yang kurang optimal. Faktor material: pemanfaatan kendaraan operasional yang belum optimal. Faktor mesin: gangguan komputer, dll.
Untuk daerah Manggarai, mana dari berbagai faktor ini yang menjadi faktor dominan perlu diketahui—lebih bagus melalui peneilitian—agar upaya mengatasinya pun bedaya guna dan berhasil guna. Tanpa mengetahu faktor dominan, cara melakukan razia dari rumah ke rumah belum tentu menjadi cara yang tepat.
Bayangkan, petugas mengunjungi setiap rumah, entah yang memiliki kendaraan bermotor atau tidak. Cara kerjanya tak beda dengan kerja petugas sensus penduduk yang mulai dari nol. Kerjanya seakan-akan tanpa data. Padahal, target penerimaan pajaknya jelas. Bagaimana mungkin jumlah target bisa dipatok kalau tidak memiliki data wajib pajak kendaraan bermotor?
Razia dari rumah ke rumah akan memakan banyak waktu, tenaga, dan sudah pasti biaya. Sangat tidak efisien. Adminstrasi perpajakan disebut efisien bila biaya untuk pengumpulan pajak sangat rendah. Razia dari rumah ke rumah jelas bukan cara yang tepat. Kendati begitu, tetap ada hikmahnya.
Hikmah yang paling menonjol adalah penyingkapan kepada publik bahwa UPT Dispenda Provinsi NTT di Manggarai memiliki administrasi perpajakan yang buruk. Dan, administrasi yang buruk selalu melahirkan hambatan atau perlawanan. Inilah persoalan pokoknya. Karena itu, jangan selalu mengkambinghitamkan masyarakat. Melakukan razia dari rumah ke rumah memberi kesan pengkambinghitaman itu, seolah-olah biang keroknya masyarakat. Razia pajak ala Manggarai ini perlu ditinjau kembali.
Masalah pajak di Indonesia dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Visinya luar biasa: "Menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat". Ironis, bukan?
"Bentara" FLORES POS, Rabu 11 Maret 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar