29 Maret 2009

Hukum yang Tidak Adil (Kasus Illegal Logging di Ende)

Oleh Frans Anggal

GMNI Cabang Ende bersama masyarakat Desa Ndenggarongge, Kecamatan Kelimutu, menggelar aksi damai ke Kantor Pengadilan Negeri dan Kantor Bupati Ende. Mereka menuntut agar proses hukum kasus pembalakan liar (illegal logging) yang ditimpakan pada dua warga segera dihentikan. Terdakwa hanyalah korban konflik internal penyelenggara negara.

Warga Desa Ndenggarongge bermukim di atas lokasi yang diserahkan Bupati Ende tahun 1998 seluas 105 ha, dengan rincian 5 ha untuk permukiman dan 100 ha untuk lahan garapan. Lokasi garapan masuk dalam Kawasan Hutan Lindung Kemangboleng yang dikembangkan dengan pola Tata Guna Hutan Kesepakatan.

Tahun 2007, warga menerima bantuan program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa secara Terpadu (P2LDT). Dalam program ini, masyarakat dituntut menyiapkan sendiri bahan lokal kayu. Andalan mereka kayu dalam lahan garapan. Maka, Pemdes dan BPMD meminta Kepala Resor Polisi Hutan (KRPH) Kecamatan Kelimutu melakukan seleksi kayu untuk ditebang pilih. Masyarakat juga memohon bupati mengeluarkan izin untuk menebang pilih kayu dalam lahan garapan. Bupati menjanjikan jawaban setelah membicarakannya dengan Dinas Kehutanan.

Ditunggu-tunggu, jawaban bupati tidak kunjung datang. KRPH juga tidak melakukan seleksi. Sementara itu, pelaksanaan program harus selesai dalam tempo 90 hari. Karena dilema dan terdesak oleh batas waktu, masyarakat pun melakukan tebang pilih kayu dalam kawasan lahan garapan. Atas tindakan ini, KRPH melapor kepada Kapolsek Wolowaru bahwa diduga telah terjadi penebangan hutan secara tidak sah. Polisi turun ke lokasi. Dua warga ditangkap. Mereka dituduh melakukan pembalakan liar.

Menyadari bahwa dua warga ini hanyalah korban dari konflik internal penyelenggara negara maka masyarakat didampingi Civil Society Organization (CSO) Distrik Ende melakukan berbagai upaya ke instansi terkait dan pengambil kebijakan agar proses hukum kasus ini dihentikan. Bukannya dilepaskan, dua tersangka malah diserahkan polisi ke kejaksaan dan menjadi tahanan jaksa.

Kita prihatin, warga miskin yang hendak disejahterakan melalui sebuah program pemerintah akhirnya menjadi korban program itu sendiri. Dari mereka dituntut partisipasi menyukseskan program tepat waktu, tapi kepada mereka tidak diberi jalan keluar segera dan cepat justru ketika mereka berada dalam pilihan dilematis. Bupati hanya janjikan jawaban yang tak kunjung datang. KRPH tidak hanya tidak menyeleksi kayu tebang pilih, tapi malah melaporkan tebang pilih sebagai penebangan hutan secara tidak sah. Aparat penegak hukum pun tidak menempatkan kasus ini dalam konteks permasalahannya. Ini penegakan hukum yang tidak adil. Kasus ini harus dicabut.

"Bentara" FLORES POS, Selasa 3 Februari 2009

Tidak ada komentar: