HUT Ke-45 SDK St Ursula Ende
Oleh Frans Anggal
Dalam sambutan pada HUT ke-45 SDK Santa Ursula Ende, Sabtu 28 Februari 2009, Uskup Agung Ende Mgr Vincentius Sensi Potokota menyoroti keteladanan St Ursula sebagai pelindung sekolah. Menurut Uskup Sensi, warisan berharga St Ursula adalah kepahlawanan yang telah turut memotivasi Gereja menciptakan perubahan, kemajuan, dan pertumbuhan dalam dunia pendidikan. “Santa Ursula tak cuma nama, tapi ikon yang memotivasi semangat kepahlawanan dan pengorbanan.”
Apa itu “ikon”? Kamus American Heritage Dictionary mengartikan icon sebagai a religious image painted on a panel. Hassan Shadili menerjemahkannya sebagai “patung atau gambar orang suci”. Ikon memiliki konotasi keagamaan, konotasi penghormatan yang sangat tinggi, pengagungan, bahkan penyembahan atau ibadah.
Penekanan Uskup Sensi bahwa St Ursula tak cuma nama, tapi ikon, mengandung makna bahwa sang santa harus dihormati. Bentuk penghormtan yang tepat adalah meneladani keutamaan yang dimilikinya. Keutamaan St Ursula adalah kepahlawanan. Pahlawan adalah ‘PAHALA-wan’, si pemberi pahala, melalui jalan pengorbanan.
Nama “Ursula” berarti beruang kecil. Ursula adalah putri Raja Britania. Ia pantas menyandang nama itu. Ia memadukan keberanian seorang laki-laki dengan kehalusan seorang perempuan. Ia meninggal sebagai martir di dekat kota Koln-Jerman. Relikwi berupa tulang dan prasasti dari abad ke-5 tersimpan di Koln dan dihormati orang sampai sekarang.
Santa Angela Merici (1474–1540), pendiri kongregasi Ursulin, mengambil Santa Ursula sebagai pelindung tarekat. Pada abad pertengahan, St Ursula adalah pelindung pendidikan tertinggi yang dihormati sebagai pemimpin para wanita serta teladan martir dan keperawanan Kristen.
Dari latar belakang ini, penekanan Uskup Sensi bahwa St Ursula adalah ikon kepahlawanan dan pengorbanan sangatlah tepat. Sebagai ikon, ia teladan sekaligus motivator bagi semangat kepahlawanan dan pengorbanan itu.
Penekanan Uskup Sensi patut ditujukan tidak hanya kepada SDK St Ursula Ende yang berulang tahun dan menyandang nama seorang santa. Setiap sekolah Katolik, yang menjadikan santo atau santa nama atau pelindung sekolah, hendaknya tidak memperlakukan santo atau santa hanya sekadar nama. Santo dan santa adalah ikon. Karena itu, keteladanan mereka harus diwujudnyatakan dalam praksis pendidikan.
Dalam hal ini, SDK St Ursula Ende pantas menjadi model. Ia SD Katolik, tetapi Katolik-nya bukan ‘Katolik papan nama’. St Ursula sungguh dijadikan ikon. Sekolah ini benar-benar Katolik, dan bermutu. Di usia ke-45, ia menjadi SD berstandar nasional. Profisiat.
"Bentara" FLORES POS, Selasa 3 Maret 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar