Oleh Frans Anggal
DPRD Lembata ke Batam, mengikuti bimbingan teknik (bimtek) pedoman penyusunan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Kegiatan berlangsung 17-21 Desember 2008 di Hotel Nagoya Plaza. Penyelenggara bimtek adalah Lembaga Pengembangan Ekonomi Nasional. Dana untuk kegiatan ini Rp200 juta lebih. Setiap anggota mendapat Rp11 juta.
Bagaimana DPRD Lembata mendapat dana untuk kegiatan seperti ini? Mereka menghimpun dari setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Caranya, antara lain, mengurangi dana kegiatan atau program SKPD atau membatalkan kegiatan atau program SKPD. Momennya, saat pembahasan APBD dan perubahan APBD. Cara yang mereka namakan “saving” dana ini telah mereka lakukan pada pembahasan perubahan APBD 2008 dan pembahasan APBD 2009.
Boleh jadi, ini cara yang kreatif. Tapi bukan tanpa bahaya. Yang dikhawatirkan, demi “saving” dana untuk kegiatannya sendiri, DPRD main pangkas dan main batalkan dana ajuan SKPD. Kalau program SKPD itu menyentuh langsung hajat hidup orang banyak, betapa publik dirugikan oleh aksi para wakil rakyat.
Cara yang dikhawatirkan ini adalah bentuk lain dari perampokan terhadap anggaran publik. Dengan cara seperti ini, alokasi anggaran publik berkurang atau menyimpang dari yang semestinya harus dibuat/dianggarkan atau menyimpang dari anggaran yang sesungguhnya telah dibuat SKPD. Bayangkan kalau anggaran yang sejatinya harus digunakan untuk menjamin hak-hak dasar masyarakat dilihkan oleh DPRD demi aneka kegiatannya sendiri yang makna dan faedahnya tidak penting dan mendesak. Ini perampokan berjemaah yang dilakukan secara legal.
Selanjutnya, untuk apa dan bagaimana dana hasil “saving” itu digunakan, sudah terlalu banyak cerita buruk. Studi banding (stuba) ke tempat jauh menghabiskan ratusan juta rupiah. Hasilnya tidak jelas. Masuk sampah, keluar sampah. Publik sudah tahu baik, stuba itu nama lain dari pelesir pakai uang rakyat.
Lalu, bagaimana dengan bimtek? Dalam satu hal, ia sama persis dengan stuba: pergi ke tempat jauh. DPRD Lembata bimteknya ke Batam. Karena jauh, ya, mahal. Seperti apakah ‘binatang’ bernama bimtek itu sampai mereka harus ke Batam dan menghabiskan begitu banyak uang rakyat? Seperti apakah bentuk kegiatannya sehingga tidak bisa diselenggarakan di Lembata saja? Padahal, mendatangkan satu dua instruktur akan jauh lebih hemat ketimbang memberangkatkan semua anggota dewan.
Ujung-ujungnya, bimtek setali tiga uang dengan stuba. Kalau bukan belajar sambil pelesir, ya, pelesir sambil belajar. Dalam bimtek ke Batam, DPRD Lembata ditawari paket tur tiga hari dua malam Singapura-Kuala Lumpur. Pakai bayar. Kasihan uang rakyat.
"Bentara" FLORES POS, Jumat 19 Desember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar