Oleh Frans Anaggal
Dua anggota Polres Ngada tertangkap tangan di Kurubhoko saat mengangkut satu ton lebih kayu cendana ilegal asal Malafai-Wolomeze dan Riung. Keduanya ditangkap oleh dua anggota TNI dan Kasi PMD Kancam Wolomeze. Kayu-kayu itu diangkut menggunakan mobil boks. Saat ditangkap, keduanya mengatakan pembelian dan pengangkutan tanpa surat izin resmi itu mereka lakukan tidak atas inisiatif sendiri. Mereka hanya melaksanakan perintah Kapolres Ngada Erdy Swahariyadi. Kayu-kayu itu dibeli dari masyarakat dengan harga Rp15 ribu per kg.
Benarkah dua oknum itu hanyalah orang suruhan, masih harus dibuktikan. Yang jelas, atas perintah kapolres atau tidak, keduanya telah melakukan perbuatan melawan hukum. Keduanya harus diproses hukum. Yang menjadi pertanyaan: oleh lembaga mana.
Kalau berdasarkan tempat kejadian perkara (locus delicti), proses hukum itu mesti dilakukan Polres Ngada. Namun, masyarakat Ngada, sebagaimana diberitakan Flores Pos, meragukan independensi lembaga ini. Apalagi kalau benar kapolres terlibat sebagai pemberi perintah. Karena itu, muncul usulan, sebaiknya ditangani Polda NTT.
Usulan ini masuk akal, meski tidak menjamin juga hukum akan benar-benar ditegakkan. Tetap saja ada kesangsian. Kesangsian yang lahir karena kinerja Polri sendiri. Selama ini Polri sering dituding melindungi anggotanya yang melanggar hukum atau yang tidak serius menangani kasus korupsi, HAM, pembalakan liar, narkoba, perjudian, dan lainnya. Terlebih bila polisi berpangkat tinggi terlibat di dalamnya. Tanpa kontrol ketat oleh publik atau pers, kasus-kasus itu akan gampang menguap.
Pada diri jajaran Polri ada semacam ‘semangat membela korps’ (esprit de corps). Sesungguhnya semangat ini baik dan sangat diperlukan, asalkan dalam hal membela yang baik dan benar. Membela yang buruk dan salah, esprit de corps justru merugikan reputasi Polri sebagai lembaga penegak hukum.
Ditengarai, esprit de corps yang sesat masih menjadi salah satu faktor kuat yang membuka peluang semakin tingginya kerterlibatan polisi dalam berbagai tindak pidana. Tahun 2007, sebanyak 266 polisi terlibat. Tahun 2008, bertambah, 440 polisi. Sejalan dengan itu, kasus pelanggaran disiplin juga meningkat. Tahun 2007 sebanyak 5.436 kasus. Tahun 2008 naik 17 persen, 6.610 kasus.
Di tengah lembaran buram ini, ada secercah harapan. Polri bertekad menindak tegas aparatnya. Tahun 2007, polisi yang dipecat 143 orang. Tahun 2008, lebih banyak lagi, 322 orang.
Kita berharap komitmen ini terwujud juga dalam proses hukum atas dua aparat Polres Ngada yang tertangkap tangan. Tak terkecuali atas diri kapolres kalau memang dia terlibat. Buktikan komitmen itu!
"Bentara" FLORES POS, Sabtu 7 Februari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar