28 Maret 2009

Agar Pedagang Jera (Kasus Barang Kadaluarsa di Nagekeo)

Oleh Frans Anggal

Satu ton lebih barang kadaluarsa disita tim terpadu Pemkab Nagekeo dalam operasi dua hari, Desember 2008. Sasaran operasi meliputi toko, kios, dan pasar pada tujuh kecamatan. Barang yang disita terdiri dari makanan, minuman, dan obat-obatan. Sitaan dimusnahkan di depan umum pada awal Februari 2009.

Andaikata tak ada operasi penertiban, dalam jangka waktu tertentu semua barang ini akan habis terjual. Satu ton lebih bukan sedikit. Itu baru di Nagekeo. Belum kalau dijumlahkan dengan sitaan dari delapan kabupaten lain di Flores-Lembata.

Fakta, masyarakat kita umumnya belum sadar, belum mampu, dan belum mandiri melindungi diri sebagai konsumen. Barang apa saja yang dibutuhkan, asalkan harganya terjangkau, pasti dibeli, tidak peduli dengan masa lakunya. Soal kadaluarsanya barang dan bahayanya bagi konsumen tidak menjadi pertimbangan penting. Bagi mereka, yang dijadikan ukuran berbahayanya sebuah barang adalah dampaknya yang langsung dirasakan atau kasatmata. Sejauh tidak langsung mengakibatkan pusing, muntah, atau sakit perut, misalnya, makanan dan minuman dianggap aman. Bagaimana bahaya barang kadaluarsa merusak tubuh secara perlahan, tidak mereka risaukan.

Perilaku konsumen seperti ini turut melemahkan tanggung jawab pelaku usaha. Sering, karena lalai atau kurang pengetahuan, pedagang tidak memperhatikan masa laku barang dagangannya. Tapi tak sedikit pula yang dengan tahu dan mau menjual barang kadaluarsa karena tahu pembelinya tidak tahu atau tidak peduli.

Pada pihak mana pun letak kelemahan, tetap saja konsumenlah yang menanggung akibat. Karena itulah, keselamatan konsumen perlu dilindungi. Dalam kaitan dengan ini, kita telah memiliki perundang-undangan yang memadai. Ada UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Malah, UU ini bukan satu-satunya yang mengatur, karena sebelumnya sudah ada beberapa UU yang materinya melindungi konsumen.

Perundang-undangan sudah memadai, mengapa kasus barang kadaluarsa yang membahayakan konsumen tetap saja berulang? Apakah melulu karena rendahnya kesadaran dan tanggung jawab konsumen dan penjual? Pasti tidak. Ada kelemahan lain. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.

Di tengah masyarakat konsumen yang belum sadar, belum mampu, dan belum mandiri melindungi diri, pemerintah dituntut bekerja lebih keras, tidak hanya melalui pendidikan kesadaran, tapi juga melalui pengawasan ketat dan penindakan tegas. Menyita dan memusnahkan barang kadaluarsa seperti dilakukan tim terpadu Pemkab Nagekeo merupakan contoh yang tepat. Tapi, itu saja tidaklah cukup. Perlu tindakan lebih tegas agar para pedagang sadar dan jera. Apa hukuman bagi para penjual barang kadaluarsa?

"Bentara" FLORES POS, Sabtu 31 Januari 2009

Tidak ada komentar: