Oleh Frans Anggal
Setelah setahun lebih berjuang, akhirnya 11 pemilik tanah lokasi PLTU Ropa di Desa Keliwumbu, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, mendapatkan hak ganti rugi. PLN Flores Bagian Barat membayar Rp900 juta. Ini pembayaran tambahan karena sebelumnya 7 pemilik tanah yang lain telah menerima sebagian ganti rugi Rp340-an juta. Dengan demikian, total pembayaran Rp1,24 miliar. Jumlah ini tidak sesuai dengan kesepakatan awal Rp2,8 miliar. Ke-11 pemilik tanah hanya menerima 43,315 persen. Mereka rela berkorban demi kepentingan umum.
Untuk NTT yang tingkat elektrifikasinya masih rendah, PLTU Ropa merupakan proyek terbesar dari yang pernah ada. Proyek yang didanai APBN ini merupakan satu dari empat proyek Engineering Procurement & Construction (EPC) PLTU program percepatan 10 ribu MW di luar Jawa. Dikerjakan oleh pengembang Konsorsium PT Rekadaya Elektrika dan Shangdong Machinery I&E Group Co. Nilai kontraknya ratusan miliar rupiah (19.768.025,22 dolar AS). PLTU ini membutuhkan batu bara 120 ribu ton per tahun, sehingga dapat menghemat BBM Rp242 milar per tahun.
Proyek mulai bermasalah ketika 11 dari 12 pemilik tanah menolak menandatangani berita acara pelepasan tanah. Alasan mereka, uang ganti rugi tidak diberikan penuh oleh Tim Sembilan, panitia pengadaan tanah bentukan Pemkab Ende. Padahal, PLN selaku pemilik proyek sudah menyerahkan semua ganti rugi Rp6 miliar melalui Tim Sembilan. Tim tidak menyetor langsung ganti rugi kepada masing-masing pemilik tanah. Uang diserahkan kepada seorang perantara. Dari perantara inilah ke-11 pemilik tanah menerima dana dalam jumlah tidak utuh.
Tim Sembilan bertanggung jawab. Setahun lewat, wujud tanggung jawabnya tidak jelas. Tim tidak berdaya menarik kembali uang dari tangan perantara untuk diteruskan kepada 11 pemilik tanah. Ini yang mencengangkan. Akhirnya, PLN mengeluarkan lagi dana Rp900 juta. Asisten I Setda Ende Hendrik Seni yang adalah Wakil Ketua Tim Sembilan mengatakan gembira karena persoalan sudah selesai.
Selesai? Belum! Ini baru soal ganti rugi. Masih ada tunggakan. Yaitu penarikan kembali dana PLN yang disalahserahkan Tim Sembilan kepada perantara. Ini dua kasus berbeda. Menyelesaikan yang satu tidak otomatis menyudahi yang lain.
Dana PLN yang disalahserahkan itu uang negara. Uang negara harus diselamatkan. Tidak boleh dibiarkan tidak jelas hanya karena ganti rugi sudah beres. Membiarkannya sama artinya dengan bersekongkol. PR buat PLN dan Tim Sembilan.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 24 Maret 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar