28 Maret 2009

Kembalikan Hak Petani (Penetapan Hutan Lindung di Lembata)

Oleh Frans Anggal

Menteri Kehutanan RI, MS Kaban, meminta klarifikasi Dinas Kehutanan Lembata terkait penetapan status hutan lindung Hadakewa Lebelekan yang kini dipersoalkan sejumlah petani, menyusul ditahannya tujuh orang petani. Ketujuh petani ditahan dan kemudian dijadikan tersangka dengan tuduhan merambah hutan lindung. Menhut meminta klarifikasi setelah mendapat masukan dari elemen pejuang nasib petani yang berjuang hingga Jakarta.

Yang memprihatinkan, penetapan status hutan lindung itu dilakukan sepihak oleh dinas kehutanan. Lahan itu milik petani, tempat mereka bercocok tanam dan menggantungkan hidup. Sudah lama mereka menggarap, menguasai, mengelola, dan memanfaatkannya, bahkan jauh sebelum adanya penetapan sepihak itu.

Yang terjadi di Lembata ini merupakan pelanggaran hak-hak asasi petani. Pelanggaran seperti ini terjadi di banyak tempat di Indonesia. Akibatnya, jutaan petani kelaparan dan kekurangan gizi. Betapa tidak, sumber-sumber pertanian mereka dikuasai oleh negara melalui klaim hutan lindung dan oleh segelintir perusahaan yang diuntungkan oleh pelbagai regulasi. Petani tidak lagi memiliki kebudayaan dalam mempertahankan dan memperjuangkan pertanian dan kehidupannya. Peran politik dan ekonomi mereka semakin terpinggirkan.

Sungguh ironis. Di tengah dunia yang tak henti-hentinya membutuhkan pangan dan sering kelaparan, kaum pemberi pangan tidak diberdayakan, tapi malah dilemahkan. Petani digusur dengan kekerasan dan dipaksa pindah dari tanah dan sumber-sumber penghidupannya. Klaim hutan lindung menyebabkan hancurnya kehidupan petani. Petani tidak bisa memperoleh pendapatan untuk hidup layak. Keputusan sepihak penguasa mendorong petani ke arah kepunahan.

Sudah jamak di republik ini, penindasan dengan kekerasan menjadi bagian dari keseharian petani. Ribuan petani ditangkap, ditahan, diteror, disiksa, bahkan dibunuh. Mereka dikriminalisasi karena memperjuangkan hak-haknya. Itu jugalah yang kini terjadi di Lembata.

Yang kurang disadari, petani itu tulang punggung sistem pangan. Keselamatan umat manusia sangat ditentukan oleh usaha pertanian yang menghasilkan bahan pangan. Karena itu, melindungi dan memenuhi hak asasi petani merupakan suatu keharusan. Keharusan untuk kelangsungan kehidupan itu sendiri.

Dalam pemahaman seperti ini, sikap Menhut meminta klarifikasi dinas kehutanan sudah tepat. Meski, dapat ditebak, dinas kehutanan akan membela diri. Karenanya, klarifikasi saja tidaklah cukup. Perlu langkah lanjutan yang jelas, tegas, dan final. Penetapan status kawasan hutan lindung itu harus dicabut. Kembalikan hak petani.

"Bentara" FLORES POS, Rabu 10 Desember 2008

Tidak ada komentar: