Kasus Penjambretan di Ende
OLeh Frans Anggal
Seorang ibu guru SD di Kota Ende menjadi korban penjambretan saat sedang mengendarai sepeda motor sepulang dari pasar. Ia dibuntuti seorang pengendara sepeda motor lain. Di tempat sepi, pelaku beraksi, menjambret tas korban dan lalu kebut dengan kecepatan tinggi. Tas korban berisi kartu pegawai negeri, STNK, SIM, dan sepasang anting. Sedangkan uang dan HP luput karena disimpan dalam saku baju.
Kasus ini sudah dilaporkan ke polisi. Menurut polisi, awal tahun 2009 ini aksi penjembretan mulai marak di Kota Ende. Kebanyakan korbannya perempuan.
Pada kebanyakan kasus di kota-kota lain, kaum wanita selalu menjadi sasaran empuk. Terutama yang membawa tas dan melintas di jalan sepi. Tampaknya, para pelaku memahami psikologi perempuan. Saat dijambret, perempuan cenderung shok dan tidak langsung bereaksi. Berbeda dengan laki-laki yang bisa melawan atau memburu pelaku.
Cara para penjambret beraksi macam-macam. Mulai dari berpura-pura menanyakan alamat lalu merampas tas, sampai aksi brutal menarik tas dari bahu pengendara motor. Kekerasan juga bisa mereka tempuh untuk melumpuhkan korban, seperti memukul, menendang, dan mengancam membunuh. Bermodalkan sepeda motor plus sedikit nyali nekat, mereka biasanya beraksi tidak sendirian. Ada semacam sindikat. Patut diduga, sindikat seperti inilah yang kini mulai beraksi di Ende dan kota-kota lain di Flores-Lembata.
Menghadapi kejahatan jalanan seperti ini, masyarakat dan polisi perlu bahu-membahu. Yang patut menjadi perhatian masyarakat, kejahatan terjadi bukan hanya karena adanya niat dari pelaku, tapi juga karena adanya peluang, entah berupa lingkungan yang sepi atau ketidakhati-hatian korban sendiri. Hampir semua korban memperlihatkan barang miliknya secara terbuka, terutama tas dan HP serta perhiasan mencolok. Dengan adanya peluang, pelaku akan mengintai dan membuntuti untuk selanjutnya beraksi di lokasi yang sepi. Pelaku selalu memanfaatkan kelengahan korban, apalagi kalau korban berjalan seorang diri.
Mengharapkan kewaspadaan masyarakat tidaklah cukup. Polisi perlu lebih proaktif. Jangan hanya menunggu laporan dari korban. Strategi represif saja (menangkap dan memproses hukum pelaku) tak akan mempan. Strategi deteksi dini harus segera dikembangkan. Dapatkan informasi sebanyak-banyaknya untuk diolah menjadi prediksi intelijen terhadap setiap kemungkinan yang akan terjadi.
Strategi preventif pun mendesak dikedepankan. Mencegah lebih baik daripada mengatasi. Polisi perlu menyebar ke titik-titik rawan. Bila perlu dirikan pos polisi yang dilengkapi peralatan memadai.
"Bentara" FLORES POS, Kamis 26 Februari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar