29 Maret 2009

Dishut Ngada Tebang Pilih? (Kasus Kayu Cendana di Ngada)

Oleh Frans Anggal

Dua warga Desa Nganamanu, Kecamatan Wolomeze, Kabupaten Ngada dilaporkan ke polisi oleh Dinas Kehutanan (Dishut) setempat karena menebang kayu cendana secara liar (ilegal). Kedua warga menebang kayu cendana milik mereka sendiri dalam kebun sendiri, yang ditanam puluhan tahun lalu. Bibit kayu diperolah dari Dishut. Mereka dinilai bersalah karena menebang tak seizin Dishut, kata Kepala Dinas Ben Pollo Maing. Mereka melanggar Perda NTT No 17/1993 tentang Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu pada Hutan Milik dan Hutan Lainnya.

Anggota DPRD Ngada, Moses Mogo dan Lorensius Bengu, mengkritik langkah Dishut karena tidak turut melaporkan oknum polisi yang terlibat. Padahal, warga menebang karena ada permintaan dari oknum polisi yang mau membeli dengan harga murah meriah Rp15 ribu per kg. Oknum polisi tidak dilaporkan oleh Dishut dengan alasan kayu-kayu itu belum diangkut. Dinas ini berprinsip, kalau benar oknum polisi terlibat, itu akan terungkap kemudian dalam penyelidikan dan penyidikan. Benarkah itu?

Alasan Dishut tidak melaporkan oknum polisi dan hanya melaporkan dua warga dapat dibenarkan kalau memang hanya tentang pelanggaran dua warga itu mereka memiliki bukti awal yang cukup. Melaporkan begitu saja tanpa memiliki bukti awal yang cukup bisa terkena delik pencemaran nama baik.

Di sisi lain, kritik dua anggota dewan dapat dibenarkan kalau Dishut tidak melaporkan oknum polisi hanya karena kayu yang telah ditebang belum diangkut. Sebab, pengangkutan hanyalah tindak lanjutan dari penebangan. Penebangan terjadi karena ada permintaan dari oknum polisi sebagai pembeli. Semestinya yang dilaporkan bukan hanya penebang dan penjual (dua warga), tetapi juga pembeli (oknum polisi), terlepas dari kapan kayu itu diangkut.

Kapan kayu diangkut, itu hanya soal peluang. Patut dapat diduga, kayu tidak jadi diangkut karena beberapa hari sebelumnya dua oknum polisi tertangkap tangan di Kurubhoko saat mengangkut satu ton lebih kayu cendana ilegal asal Malafai-Wolomeze dan Riung. Saat ditangkap, keduanya mengatakan mereka hanya melaksanakan perintah Kapolres Ngada Erdy Swahariyadi.

Apakah karena nama kapolres disebut-sebut, Dishut lantas berhati-hati secara berlebihan sampai harus melakukan ‘tebang pilih’ dalam menegakkan aturan? Kita mendukung sikap kritis dua anggota dewan dengan tujuan agar Dishut tidak menerapkan standar ganda ‘tebang pilih’.

Sejauh memiliki bukti awal yang cukup, oknum polisi yang terlibat harus dilaporkan. Jangan hanya mengharapkan semuanya akan terungkap dalam penyelidikan dan penyidikan. Sebab, yang menyelidik dan menyidik polisi juga. Salah satu sifat dasar manusia adalah non self incriminating, tidak mau menyakiti diri sendiri. Apalagi kalau kapolresnya terlibat.

"Bentara" FLORES POS, Kamis 12 Februari 2009

Tidak ada komentar: