Kampanye Pemilu 2009
Oleh Frans Anggal
Bertempat di arena pameran Fatululi, Kota Kupang, Senin 16 Maret 2009, sebanyak 38 parpol peserta pemilu legislatif dan 40 caleg DPD RI secara bersama-sama menandatangani dan mendeklarasikan kampanye damai.
Kegiatan serupa dibuat di banyak tempat di Indonesia. Di pusat, KPU menyelenggarakanya Sabtu malam (12/7) di Ruang Sidang Utama Lt. II Gedung KPU, Jln. Imam Bonjol 29, Jakarta.
Isi deklarasi dari Sabang sampai Marauke sama saja. Seputar tekad agar kampanye berjalan damai, tertib, aman, lancar, sesuai dengan aturan. Kampanye ditekadkan edukatif, penuh tanggung jawab, demi terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa, serta tidak terkotak-kotaknya masyarakat oleh perbedaan ideologi dan aliran. Kampanye diharapkan mampu mengajak masyarakat menggunakan hak pilih. Juga memudahkan mereka mengenal parpol peserta pemilu sehingga bisa menentukan pilihan secara cerdas.
Isi yang sama dari satu tempat ke tempat lain, dari satu pemilu ke pemilu lain, dengan tata cara yang itu-itu juga, bisa membuat deklarasi mengalami erosi makna. Semua pernyataan yang adalah ikrar bisa kehilangan daya gugahnya. Terdengar klise, hambar. Masuk di telinga kiri, keluar di telinga kanan.
Ambil contoh. Ikrar kampanye damai di Ende. Anak-anak di bawah umur diikutsertakan. Saat berpawai keliling kota, mereka mengibar-ngibarkan bendera parpol sambil berteriak-teriak. Parpol telah melibatkan atau lebih tepat memperalat anak-anak untuk tujuan politik. Ini jelas-jelas dilarang oleh aturan, tetapi jelas-jelas juga dilanggar dengan telanjang. Bayangkan, pada waktu yang sama, parpol yang berikrar, parpol juga yang ingkar.
Yang mencengangkan, mereka begitu bebas merdekanya. Di mana saja dan apa saja kerjanya lembaga yang dinamakan panitia pengawas pemilu atau panwaslu? Untuk pelanggaran kasatmata seperti ini saja mereka bungkam seribu bahasa, bagaimana mungkin mereka bisa menertibkan pelenggaran tersembunyi yang selama ini sudah marak dilakukan para caleg? Bagi-bagi uang, beras, kain, benang, semen, dll.
Sekarang, ketika musim kampanye resmi tiba, parpol dan caleg pelanggar aturan itu ikut serta mendeklarasikan kampanye damai. Di atas pentas, mereka seakan-akan tampil sebagai orang bersih sehingga merasa berhak mengimbau masyarakat calon pemilih agar menaati aturan kampanye.
Apa yang bisa dipercaya dari deklarasi oleh para badut politik ini? Tidak ada. Masyarakat tidak mudah percaya ucapan mulut. Mereka lebih suka lihat jejak kaki. Bagi mereka, di tangan para badut politik, deklarasi hanyalah tontonan, bukan tuntunan. Tanpa deklarasi-deklarasian, kampanye bisa damai, kalau semua ikut aturan.
“Bentara” FLORES POS, Rabu 18 Maret 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar