Kasus Pembunuhan Romo Faustin Sega Pr
Oleh Frans Anggal
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bajawa yang memeriksa perkara kasus pembunuhan Romo Faustin Sega Pr pada 2008 akan diperiksa oleh tim pengawas Mahkamah Agung (MA). Pemeriksaan dilakukan berdasarkan adanya laporan dari pengacara PADMA Indonesia Gabriel Goa bahwa menjelis hakim PN Bajawa telah melakukan peradilan sesat (Flores Pos Kamis 17 Februari 2011).
Dalam sidang pembacaan putusan Kamis 25 Maret 2010, majelis hakim PN Bajawa menjatuhkan vonis penjara seumur hidup bagi Theresia Tawa dan Anus Waja, terdakwa otak pembunuhan Romo Faustin Sega Pr, imam Katolik dari Keuskupan Agung Ende. Putusan ini sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (Flores Pos Jumat 26 Maret 2010).
Dilihat dari pertimbangannya, ada kecenderungan hakim menjatuhkan hukuman mati. Namun, karena Gereja Katolik menolak hukuman mati, penjara seumur hiduplah yang paling tepat. Ini hasil maksimal. Putusan ini boleh bilang mencerminkan rasa keadilan masyarakat Katolik di Flores. Khusus bagi Gereja Katolik Keuskupan Agung Ende, vonis ini adalah juga pemastian bahwa imamnya Romo Faustin Sega Pr. mati karena dibunuh. Bukan mati wajar sebagaimana diseting oleh pihak tertentu.
Apa yang terjadi kemudian, mengejutkan dan menyakitkan.Dalam sidang putusan tingkat banding, Pengadilan Tinggi (PT) Kupang memvonis bebas Anus Waja dan Theresia Tawa dari hukuman penjara seumur hidup. Mulai Kamis 18 Agustus 2010, Waja-Tawa menghirup udara bebas (Flores Pos Sabtu 21 Agustus 2010).
Putusan ini mengejutkan, karena tidak sesuai dengan dugaan publik. Kejari Bajawa menuntut penjara seumur hidup. PN Bajawa memvonis penjara seumur hidup. Dugaan publik, vonis PT Kupang pun begitu. Meleset. Putusan ini pun menyakitkan. Melukai rasa keadilan masyarakat. Yang menyebabkan matinya binatang bisa dipenjara. Koq yang menyebabkan matinya manusia diputus bebas.
Semakin mengejutkan dan menyakitkan, karena keterangan pers Ketua PT Kupang A. Th. Pudjiwahono. Kata dia, PT mendasarkan putusan bebas Waja-Tawa pada dua hal. Pertama, “Tidak ada saksi yang melihat langsung dua terdakwa melakukan pembunuhan itu.” Kedua, “Bahkan ada saksi (10 orang) yang menerangkan terdakwa Anus Waja berada di tempat lain saat kejadian berlangsung” (Pos Kupang 21 Agustus 2010).
Dasar putusan PT ini sungguh menghina akal sehat. PT hanya dengarkan keterangan 10 saksi yang meringankan, dan mengabaikan keterangan 48 saksi yang memberatkan. PT pun tidak mempertimbangkan semua alat bukti, dan hanya bergantung pada “saksi yang melihat langsung”.
Pertanyaan kita: mana ada pembunuh yang tunggu disaksikan orang baru mau membunuh? Mana ada koruptor yang tunggu diintip orang baru mulai mencuri? Mana ada teroris yang tunggu dinonton massa baru melakukan peledakan?
Benar-benar menghina akal sehat. Ini sudah cukup sebagai indikasi bahwa yang lakukan peradilan sesat itu adalah PT Kupang, bukan PN Bajawa. Keterangan Kapolres Ngada Moch Slamet tentang BAP, dan klarifikasi Fakultas Kedokateran UI tentang autopsi jenazah Romo Faustin dapat dipandang sebagai konfirmasi bahwa PN Bajawa punya integritas yang tinggi.
Sekarang, majelis hakim PN Bajawa hendak diperiksa oleh tim pengawas MA? Berdasarkan laporan pengacara PADMA Indonesia Gabriel Goa? Tentang peradilan sesat? Yang benar saja! Yang sesat itu siapa? Laporan sesat bisa memunculkan pemeriksaan sesat, dan akhirnya melahirkan putusan sesat!
“Bentara” FLORES POS, Jumat 18 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar