Dampak Prosesing Mangan PT Arumbai Mangabekti
Oleh Frans Anggal
Empat rumah warga Serise di Kabupaten Manggarai Timur, terendam banjir saat hujan deras Sabtu 15 Januari 2011. Keluarga Stefanus Eban, Mama John, Dami Deom, dan Jamium terpaksa mengungsi ke rumah tua teno Serise, Sipri Amon.
“Rumah mereka memang berada di areal yang lebih rendah dibandingkan dengan rumah warga Serise lainnya. Rumah mereka dekat dengan prosesing mangan,” kata Koordinator JPIC OFM Flores, Pater Matheus Baubara OFM (Flores Pos Selasa 18 Januari 2011).
Lokasi prosesing mangan PT Arumbai Mangabekti terletak di tengah perkampungan. Sudah bisa diperkirakan, apa yang terjadi saat hujan deras mengguyur. Perumahan yang lebih rendah menanggung akibat terburuk. Itulah yang dialami keempat keluarga. Rumah terendam air hitam karena mangan. Makanan dan pakaian pun jadi hitam oleh air dari bukit tambang itu.
Ini bencana. Tapi, bencana apa? Bencana alam, ya. Tapi, tidak hanya itu. Ini juga bencana lingkungan. Lingkungan yang telah dirusakkan tambang. Air hitam itu bukanlah curahan langsung dari langit. Itu air hujan yang sudah tercemar material mangan Arumbai.
Bencana umumnya tidak datang tiba-tiba. Sering didahului perusakan lingkungan. Bencana paling serius di negeri ini bukan bencana alam, tapi bencana lingkungan. Bencana yang ‘direncakan’. Solusi tepat adalah pemeliharaan dan pemulihan lingkungan, melalui kebijakan fundamental, holistik, dan prospektif. Dengan itu, bencana lingkungan tidak menjadi siklus tahunan.
Kebijakan yang diharapkan adalah kebijakan yang menghindari bencana lingkungan, bukan sekadar memfasilitasinya. Yang mendesak: penghentian konversi penggunaan lahan hutan alam, penggunaan teknologi ramah lingkungan, penggunaan energi ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Tambang? Justru kontra-pruduktif terhadap upaya itu. Kisah banjir hitam di Serise sudah cukup bercerita. Itu kisah bencana lingkungan yang dihancurkan tambang. Kisah lahan pertanian rakyat yang diremukkan tambang. Kisah kesehatan warga yang dirampok tambang. Kisah tanah ulayat masyarakat yang diserobot tambang.
Selain sebagai kisah bencana lingkungan dan bencana tambang, kisah Serise adalah juga kisah bencana kemanusiaan. Semua ini merupakan dampak dari kebijakan manusia, yang menimpa manusia, by design. Maka kisah Serise adalah juga kisah kejahatan sosial, kejahatan kemanusiaan. Dan karena negaralah desainernya, kisah Serise adalah juga kisah kejahatan negara.
Dalam perspektif ini, Serise harus dipandang sebagai korban. Karena sebagai korban, mereka perlu dibela. Pendampingan yang mereka butuhkan adalah pendampingan advokatif. Itulah yang dilakukan Trio-JPIC: JPIC Keuskupan Ruteng, JPIC SVD Ruteng, dan JPIC OFM Indonesia. Mereka pendamping yang setia. Ada di tengah masyarakat dan berjuang bersama masyarakat.
Masyaakat Serise telah tercerahkan berkat pendampingan JPIC. Mereka telah mencapai apa yang oleh Paulo Freire dinamakan “kesadaran kritis”. Provokasi kaki tangan tambang yang membenturkan Serise dengan Satarteu, gagal. Demikian pula tentunya dengan provokasi memecah-belah Trio-JPIC oleh orang-orang yang berlagak mediator tapi sudah sangat dikenal berhati predator ….
“Bentara” FLORES POS, Rabu 19 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar