Perlu Perhatikan Beberapa Faktor
Oleh Frans Anggal
Sebanyak 72 TKI ilegal asal Kabupaten Sikka, NTT, yang diberangkatkan sebuah PJTKI dengan tujuan Kalimantan diamankan Polsek Pakal, Kota Surabaya, 10 Januari 2011. Sebanyak 22 dari antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Mereka tidak memiliki dokumen lengkap. Diduga, mereka korban human trafficking ‘perdagangan manusia’ (Flores Pos Senin 24 Januari 2011).
Anggota DPRD Sikka Siflan Angi meminta pemkab, dalam hal ini Dinas Sosnakertrans, melakukan penanganan yang cepat, tepat, dan proaktif menjemput para korban. “Komisi C DPRD Sikka sudah memanggil kadis dan stafnya pada Sabtu (22-1-2011). Komisi C juga sudah meminta dinas segera memulangkan para korban,” kata Angi.
Kadis Gregorius Rehi menyatakan tidak mengetahui adanya perekrutan dan pengiriman 72 TKI oleh PJTKI bersangkutan. “Dinas Sosnakertrans akan mengupayakan pemulangan TKI, serta mengecek keberadaan PT SM yang merekrut TKI asal Sikka.” Ia juga berjanji, pihaknya akan melakukan investigasi, agarpersoalan dan penanganannya menjadi jelas.
Kuat terkesan, ini kasus pedagangan manusia, terutama per definisi Protokol Palermo. Protokol Palermo adalah suatu perjanjian yang berisi sebuah perangkat hukum mengikat yang menciptakan kewajiban bagi semua negara yang meratifikasi atau menyetujuinya untuk mencegah, menekan, dan menghukum penjualan (trafficking) manusia, khususnya kaum perempuan dan anak-anak.
Menurut protokol ini , perdagangan manusia adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia. Meliputi perekrutan, pengiriman, pemindah-tanganan, penampungan atau penerimaan orang. Dilakukan dengan ancaman, atau penggunaan kekuatan, atau bentuk pemaksaan lainnya, seperti penculikan, muslihat atau tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan posisi rawan, menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran (keuntungan) sehingga diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang yang memegang kontrol atas orang lainnya untuk tujuan eksploitasi.
Definisi Protokol Palermo menujukkan, praktik perdagangan manusia dilakukan secara terorganisir. Sedihnya, dalam proses hukum kita, pemidanaan praktik perdagangan manusia dalam UU yang ada, yakni KUHP dan UU Perlindungan Anak 2002, lebih fokus pada kejahatan perseorangan. Padahal, sangat nyata praktik perdagangan manusia dilakukan secara terorganisir.
Karena itu, secara teknis hukum semestinya penyelidikan dan penyidikan kejahatan perseorangan dan teorganisir berbeda. Demikian juga definisi hukum tentang kejahatan terorganisir harus diuraikan jelas, sebab kejahatan ini bisa berbasis pada hubungan perkomplotan yang kuat ataupun longgar. Umumnya organisasi kejahatan perdagangan manusia dilakukan sindikat dengan organisasi tanpa struktur, tetapi melibatkan beberapa orang, termasuk bekerja sama dengan aparat yang menyalahgunakan wewenangnya.
Khusus bagi Pemkab Sikka, upaya pemulangan para TKI tidaklah cukup. Investigasi kasus tidaklah cukup. Perlu langkah preventif daripada sekadar upaya kuratif atau represif. Fakta 1: perempuan dan anak putus sekolah cenderung mencari kerja. Fakta 2: kenyataan ini tidak diimbangi dengan informasi memadai tentang jenis pekerjaan yang tersedia dan bagaimana proses yang benar mendapatkannya. Fakta 3: aparat kelurahan atau dinas tenaga kerja hampir tidak pernah membantu perempuan dan anak mendapatkan informasi tersebut. Ini yang dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan manusia.
Sudah saatnya semua pemkab memperhatikan faktor putus sekolah, aspirasi bekerja, dan macetnya informasi ketenagakerjaan. Ini faktor penting perdagangan manusia. Sayang, selalu saja diabaikan.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 25 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar