Rumor Penggal Kepala di Flores
Oleh Frans Anggal
Ribuan warga Kewapante, Kabupaten Sikka, menahan sebuah mobil Panther bernomor polisi L 1320 DA yang sedang parkir di salah satu ruas jalan di Kewapante, Jumat petang 18 Februari 2011. Mobil berpelat Surabaya ini nyaris dibakar massa karena diduga membawa kepala korban manusia, sebagaimana rumor sepekan terakhir (Flores Pos Sabtu 19 Februari 2011).
Atas kesigapan aparat Polsek Kewapante dan Brimob Kompi B, upaya pembakaran dapat dicegah. Mobil dan pengendaranya segera dilarikan ke markas Brimob. Benarkah ada kepala manusia hasil pemenggalan oleh para penculik, yang sepekan terakhir meresahkan warga Sikka dan warga Flores umumnya? Sama sekali tidak ada!
“Kami sudah cek, bahwa mobil yang diamankan di markas Brimob itu hanya membawa boneka dan barang jualan lainnya,” kata Kasat Intel Polres Sikka M Arif Sadikin. “Ternyata setelah dicek, mobil itu hanya membawa lampu, tas, dan boneka mainan,” kata Camat Kewapante Kasianus Key. “Saya sudah jelaskan kepada massa, namun mereka tatap ingin tahu apa yang ada dalam mobil.”
Aksi yang nyaris anarkis dan fatal ini tidak terjadi tiba-tiba. Ada presedennya. Selama sepekan, di Kabupateh Sikka, beredar rumor adanya orang-orang asing yang sedang mencari sekitar 400 anak untuk diambil organ tubuhnya. Sebagai “bukti”, kata rumor itu, telah terjadi dua kasus upaya penculikan anak di kampung Loang dan Hepang.
Benarkah peristiwa di Loang dan Hepang itu penculikan anak? Polisi sedang melacaknya. Kalau betul itu penculikan, benarkah tujuannya untuk memenggal kepala atau mengambil organ tubuh anak? Untuk apa? Dijual? Untuk dijadikan tumbal pereda atau penjinak sesuatu yang tidak bisa diatasi dengan iptek?
Mari menoleh ke peristiwa tiga tahun sebelumnya. Januari 2008, masyarakat Kabupaten Sikka diresahkan rumor serupa. Jumlah calon korbannya tidak main-main: tiga kali lipat. Katanya, orang-orang tak dikenal sedang berkeliaran mencari 1.200 anak untuk dipenggal kepalanya demi meredakan amuk sumur Lapindo. Benarkah itu? Tidak lebih daripada omong kosong!
Sebelum sampai di Sikka, rumor yang sama beredar di Kalimantan Tengah (Kalteng). Masyarakat Kalteng makin percaya karena ada “bukti”. Seorang wanita, Latifah, ditemukan dengan kepala terpenggal di Desa Mampai, Kecamatan Kapuas Murung. Bagaimana hasil penyelidikan polisi? Kepala Latifah benar terpenggal. Namun, tidak ada kaitan dengan sumur Lapindo. Motifnya, masalah pribadi belaka. Pelakunya telah ditangkap.
Bagaimana peristiwa yang satu dikaitkan dengan peristiwa yang lain, sehingga seakan-akan rasional sebagai “bukti”, ituah rasionalisasi sebuah rumor. Peristiwa di Loang dan Hepang di Kabupaten Sikka kurang lebih seperti itu juga. Rupanya “bukti” dari Loang dan Hepang-lah yang dipegang ribuan warga Kewapante ketika berupaya membakar mobil yang mereka curigai.
Ini bukan fenomena baru. Dulu, rumor penggal kepala sengaja diciptakan oleh masyarakat sendiri, sebagai alat pertahanan dan pemerkuat lokalitas. Sekarang, rumor yang sama ditebarkan pihak tertentu, untuk tujuan sebaliknya. Menghancurkan lokalitas. Caranya, menciptakan saling curiga, sehingga lahirlah konflik horizontal.
Pihak yang menebarkan rumor mengail di air keruh. Mereka memetik manfaat di dan dari daerah konflik. Konflik dijadikan proyek mendatangkan keuntungan politik atau ekonomi. Maka, cerdaslah menanggapi rumor! Jangan konyol!
“Bentara” FLORES POS, Senin 21 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar