Oleh Frans Anggal
Kepala Kantor Telkom Lewoleba Jefta Loak melakukan tindak kekerasan terhadap wartawan Flores Pos Maxi Gantung di Lewoleba, Lembata, pada Senin 10 Februari 2009. Jefta Loak melarang Maxi Gantung menggunakan lagi jasa internet kantor Telkom dengan alasan bahwa yang bersangkutan menggunakan internet terlalu lama. Karena larangan ini ditanggapi, Jefta Loak meramas krah baju korban sambil mengepalkan tinju. Kasus ini dilaporkan ke polisi.
Ada dua tindakan pelaku yang pantas dipersoalkan. Pertama, tindak kekerasan itu sendiri. Meramas krah baju sambil mengepalkan tinju sudah merupakan tindak kekerasan fisik meski tidak menimbulkan akibat fisik-biologis. Meski demikian, akibat non-fisiknya jelas ada, sekurang-kurangnya telah menimbulkan rasa tidak menyenangkan pada diri korban.
Terlepas dari besar kecilnya akibat yang ditimbulkan, tindak kekerasan apa pun tidak dapat dibenarkan. Tindakan seperti ini lahir dari agresivitas, dorongan naluri yang juga ada pada binatang. Yang membedakan manusia dari binatang bukan hanya adanya akal budi, tetapi juga bagaimana akal budi bisa mengontrol naluri.
Untuk manusia yang didaulat menjadi pemimpin, salah satu ukuran kepatutan adalah kemampuan mengontrol naluri, mengendalikan emosi. Tanpa kemampuan ini, ia hanya sukses untuk menghancurkan, tidak untuk membangun. Kata-kata Presiden AS Barack Obama dalam pidato pelantikannya sangat tepat ketika memberikan seruan kepada segenap pemimpin dunia. “...your people will judge you on what you can build, not what you destroy” (rakyat akan menilai kalian berdasarkan apa yang dapat kalian bangun, bukan apa yang kalian hancurkan).
]Dalam skala yang kecil, nun di Lewoleba, seorang Kepala Telkom justru melakoni habitus merusak itu. Ia tidak bisa mengendalikan naluri agresi dan gagal mengontrol emosi. Ia melakukan kekerasan fisik, juga kekerasan non-fisik. Ia melarang seorang konsumen menggunakan lagi jasa internet di kantornya. Ia merusak salah satu hak dasar konsumen: hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Dengan tindak kekerasan yang ia lakukan, sang Kepala Telkom sesungguhnya juga merusak budaya dan citra perusahaan tempat ia berkarya. Telkom memilki good corporate culture (budaya perusahaan yang baik). Credonya sangat terkenal, “Committed 2 U”. Telkom memberikan komitmen pelayanan dan hasil serta citra terbaik kepada para pemangku kepentingan, terutama pelanggan.
Di hadapan credo seelegan itu, apa yang dapat kita katakan tentang kekerasan yang dilakukan Kepala Telkom Lewoleba? Ia telah menghancurkan semuanya. Ia pantas tidak hanya untuk dihukum, tetapi juga untuk tidak menempati lagi posisi terhormat itu.
"Bentara" FLORES POS, Jumat 13 Februari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar