Gejala Personalisasi Birokrai
Oleh Frans Anggal
Kepala Badan Kesbanglinmas Kabupaten Lembata Gregorius Pesa Nilan melarang semua ormas, LSM, aliansi, forum, dan konsorsium melakukan aksi jika belum tercatat secara resmi. Satu di antaranya, Aldiras (Aliansi Kebenaran dan Keadilan Antikekerasan). Tanggapan Aldiras? Ini cara pemerintah membungkam Aldiras (Flores Pos Kamis 22 April 2010).
Tanggapan Aldiras masuk akal. Pelarangan itu tidak lahir dari kehampaan. Ada konteksnya. Konteksnya: kasus pembunuhan Yoakim Langoday. Aldiras lahir karena kasus ini. Ia forum bagi beberapa elemen masyarakat yang punya tujuan sama. Tegaknya kebenaran dan keadilan dalam proses hukum kasus Langoday.
Dari tujuannya, forum ini berhasil. Lima pelaku pembunuhan Langoday divonis 15-17 tahun penjara. Salah satunya, Erni Manuk, putri Andreas Duli Manuk bupati Lembata. Hingga di sini, Aldiras tidak diapa-apakan. Keberadaannya baru mulai dipersoalkan ketika aksinya menohok bupati.
Pada demo Senin 12 April 2010, Aldiras mendesak Bupati Ande Manuk turun. Sang bupati diduga kuat sebagai otak pembunuhan Langoday. Demikian pernyataan Sekretaris Aldiras Alex Murin dalam orasinya. Alex Murin pun dilaporkan ke polisi oleh bupati. Deliknya: pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
Menyusul laporan bupati inilah, Kesbanglinmas keluarkan pelarangan aksi bagi semua ormas, LSM, aliansi, forum, dan konsorsium yang belum tercatat resmi. Aldiras pun kena batunya, karena memang belum tercatat. Kalau sebelumnya bupati ditohok Aldiras, kini Aldiras yang balik ditohok. Tohokan pertama: laporan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Tohokan kedua: pelarangan aksi.
Dengan konteks seperti ini, sulit untuk tidak menyimpulkan, Aldiras sedang diserang balik. Dalam istilah Aldiras sendiri, mereka sedang dibungkam. Masuk akal. Sebab, kalau tindakan Kesbanglinmas itu murni atas nama aturan, kenapa tidak dari dulu-dulu? Kenapa baru pada saat ketika bupati merasa sangat dirugikan?
Pertanyaan ini perlu diajukan. Sebab, Kesbanglinmas itu salah satu organnya bupati (baca: penguasa). Setiap pengusa selalu tergoda menyalahgunakan (organ) kekuasaannya demi kepentingannya sendiri. Demi pembenaran diri. Demi pembelaan diri. Demi langgeng dan besarnya kekuasaannya sendiri. Aldiras boleh jadi sedang menghadapi kemungkinan seperti ini.
Kemungkinan itu ada, terutama dari presedennya. Dalam proses hukum kasus Langoday, kuat terkesan, organ kekuasaan tampil sebagai saksi untuk kepentingan alibi Erni Manuk, anaknya bupati, dan bukan untuk ’kepentingan’ si terbunuh Yoakim Langoday, kabid dinas perikanan, bawahannya bupati.
Ini gejala apa? Personalisasi birokrasi! Istilah sosiolog Peter L Berger. Masuknya pola-pola emosionalitas dan hubungan pribadi ke dalam struktur birokrasi. Gejala ini pula yang terkesan melekat pada Kesbanglinmas vs Aldiras. Terkesan, demi kepentingan personal bupati, Aldiras harus dibungkam. Harus tercatat resmi dulu di Kesbanglinmas, baru boleh melakukan aksi.
Aneh. Aldiras itu bukan lembaga permanen. Ia tidak punya AD/ART. Sifatnya temporer. Kenapa harus dicatat? Bikin habis waktu, tenaga, kertas, dan tinta saja. Saking anehnya persyaratan ini, kita patut dapat menduga, ini satu cara membungkam Aldiras. Dengan kata lain, persyaratan itu bukan demi sebuah ”orde” (tata aturan), tapi demi sebuah ”order” (pesanan). Order siapa?
“Bentara” FLORES POS, Senin 26 April 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar