05 Juni 2012

Setelah Cintaku Hilang

Bedah Puisi Uniflor-SMA Tri Darma Ende

Oleh Frans Anggal
  


Habis kikis 
Segala cintaku hilang terbang 
Pulang kembali aku padamu 
Seperti dulu

Itulah bait pertama "Padamu Jua" karya Amir Hamzah. Sebuah puisi religius, yang tidak hanya indah dari segi kemasan susastra, tetapi juga mendalam dari segi isi dan pesan.

Amir Hamzah melukiskan hubungan manusia (aku) dengan Tuhan seperti hubungan antara dua kekasih.

Puisi ini dideklamasikan mahasiswa Semester IV Kelas F Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Flores (Uniflor).

Puisi dari Angkatan Pujangga Baru era 1930-an ini jadi pilihan mereka dalam bedah dan diskusi puisi, yang dilangsungkan di aula SMA Tri Darma Ende, Senin 28 Mei 2012. Mereka bermitra dengan siswa Kelas XI Bahasa sekolah itu. Kegiatannya tiga jam, sejak pukul 09.00.

Bertajuk "Hidup adalah Hukum Perubahan, Memaknai Hidup Melalui Puisi 'Padamu Jua' Karya Amir Hamzah", bedah dan diskusi ini berjalan sukses di bawah koordinasi Ketua Pelaksana Emanuel Lalong dan Sekretaris Matildis Selina.

Maria Jelina Murni tampil sebagai MC. Samforianus Afirman sebagai moderator. Martinus Santoso, Ida Nurtiana Dayu, dan Maria Gia Dalopes Ndiki masing-masing sebagai pemateri I, II, dan III. Helena Seso sebagai notulis sekaligus perumus hasil diskusi. Karolina Alut sebagai pembawa doa.

Usai pemaparan materi, para siswa Tri Darma aktif melontarkan pertanyaan, khususnya pada termin pertama tanya-jawab dari dua termin yang disiapkan. Parlan, Ningsih, Yolan, Ayu dan Yonky maju satu per satu memegang mik dan bertanya. Mereka akhirnya puas setelah semua pertanyaan dijawab pemateri dan dilengkapi floor.

Kegiatan ini dibuka oleh Kristianus Raja mewakili kepala sekolah yang tidak berhalangan hadir. Selanjutnya ditutup dengan penyerahan cenderamata dari para mahasiswa, disampaikan oleh Yohanes Sehandi dosen Uniflor kepada Salestina Kara guru Bahasa dan Sastra SMA Tri Darma.  

Hanya pada Tuhan

Oleh mahasiswa Semester IV/F, puisi Amir Hamzah ini dibedah bait per bait. Seluruhnya tujuh bait. Dimulai dari judul, dengan pertimbangan bahwa judul merupakan jalur penting menuju isi yang tersirat dalam tubuh puisi.

Sebagai judul, "Padamu Jua" menunjukkan dua hal. Pertama, finalitas: akhirnya kepada Engkau. Kedua, eksklusivitas: akhirnya hanya Engkau. Judul mulai diperjelas dalam bait pertama, yang sesungguhnya sudah merupakan inti dari puisi ini.

// Habis kikis / Segala cintaku hilang terbang / Pulang kembali aku padamu / Seperti dulu //

Dulu aku bersama-Mu Tuhan. Mencintai-Mu. Lalu aku menjauhi-Mu dan meninggalkan-Mu. Aku mencintai yang lain. Ternyata aku tidak mendapatkan apa pun yang aku harapkan. Sebaliknya, aku kehilangan banyak. Bahkan aku kehilangan cinta itu sendiri. Semuanya sudah habis, Tuhan. Tiada yang tersisa. Akhirnya aku kembali pada-Mu lagi. Dan kali ini, pada-Mu saja. Aku ingin hanya bersama-Mu, seperti dulu.  

// Kaulah kandil kemerlap / Pelita jendela di malam gelap / Melambai pulang perlahan / Sabar, setia selalu //

Aku ingin pulang, kembali pada-Mu. Tetapi aku tak tahu jalan. Aku tersesat di gelap dosa. Dalam kekelamanku, Engkau ternyata tidak pasif diam. Engkau aktif memanggilku pulang, tidak melarangku datang. Engkau menunjukkan arahku kembali, tidak mengusirku pergi. Ah, Engkau begitu sabar, begitu setia.  

// Satu kekasihku / Aku manusia / Rindu rasa / Rindu rupa //

Kini hanya Engkaulah kekasihku, Tuhan. Satu-satunya. Sebagai manusia, aku rindu rasa. Rasa dekat, akrab, intim dengan-Mu. Berada di peluk-Mu. Dari jarak sedekat itu, aku ingin menatap wajah-Mu. Tetapi Tuhan ….  

// Di mana engkau / Rupa tiada / Suara sayup / Hanya kata merangkai hati //

Engkau tak terlihat, meski kurasakan Engkau begitu dekat. Suara-Mu hanya terdengar sayup, meski kata-kata-Mu jelas terpatri di hatiku, terang tertera dalam Kitab-Kitab-Mu, surat-surat cinta-Mu itu, yang selalu aku baca setiap kali aku merindukan-Mu.  

// Engkau cemburu / Engkau ganas / Mangsa aku dalam cakarmu / Bertukar tangkap dengan lepas //


Sifat-Mu itu aku tahu dari surat-surat cinta-Mu. Juga dari kisah cinta kita. Engkau cemburu: tak inginkan aku berbagi kasih dengan yang lain. Engkau ganas: memukul hatiku tanpa melukainya. Ah, tak pernah aku merasakan cinta sedahsyat ini. Aku seperti mangsa dalam cakar cinta-Mu. Seperti tikus di hadapan kucing. Menjauhi-Mu, aku Kau tangkap. Mendekati-Mu, aku Kau lepas. Bertukar tangkap dengan lepas.  

// Nanar aku gila sasar / Sayang berulang padamu jua / Engkau pelik menusuk ingin / Serupa dara di balik tirai //

Setiap kali aku menatap nanar tergila-gila pada sasaran lain, kisah cinta kita pasti berulang. Tetap saja, akhirnya, aku kembali pada-Mu. Tetap saja, akhirnya, sayangku hanya pada-Mu. Mengapa? Sulit aku jelaskan. Engkau begitu pelik, sulit dipahami. Engkau misteri, yang menggentarkan aku, tetapi justru karena itu dan serentak dengan itu menggemarkan aku. Seperti dara jelita di balik tirai, rahasia-Mu membuat aku gentar sekaligus gemar.

// Kasihmu sunyi / Menunggu seorang diri / Lalu waktu - bukan giliranku / Mati hari - bukan kawanku // 

Seperti dara di balik tirai itu pula, Engkau bersunyi dalam kasih, menunggu aku seorang diri. Tak ada yang lain. Karena Engkau tak ingin menduakan cinta. Aku pun mau seperti itu. Kapan aku boleh beristirahat dalam sunyi kasih-Mu Tuhan? Aku serahkan pada-Mu. Engkaulah penguasa waktu. Engkau yang menentukan kapan hari dan waktu itu tiba.  

Kesan

Ardi Sumbi, dosen Uniflor, memuji kepenyairan Amir Hamzah. "Amir Hamzah sangat cermat dalam memilih kata-kata. Puisinya gampang-gampang susah untuk dipahami kalau kita tak benar-benar memahami konteksnya," kata Ardi.

Yohanes Sehandi memuji cara menganalisis seperti ini. Ini bagus untuk pembelajaran di sekolah. Bait per bait dijelaskan, lalu dihubungkan maknanya, sehingga didapat apa simpulannya dan apa nilai atau pesannya.

Lantas, apa pesan puisi ini? Simpulan yang dibacakan notulis menggarisbawahi dua hal. Pertama, meski manusia berdosa, Tuhan tetap setia. Kedua, bangunlah terus rasa rindu pada Tuhan melalui doa dan perbuatan baik. Itulah yang dimaksudkan dengan "hukum perubahan" dalam tema bedah dan diskusi puisi ini. Berubah ke arah lebih baik, dengan jalan semakin dekat pada Tuhan.

Hendrikus Pai, guru agama SMA Tri Darma, menyinggung Kitab Suci Perjanjian Lama yang melukiskan hubungan umat Israel dengan Yahwe sebagai hubungan antara dua kekasih. "Dalam Perjanjian Lama, Allah itu cemburu. Maka (pesannya), manusia harus setia pada Allah."

Harapan


Terima kasih dan harapan disampaikan guru SMA Tri Darma.

Kristianus Raja, mewakil kepala sekolah, berharap bedah puisi ini bermanfaat bagi para siswa.

Selestina Kara, selain berterima kasih juga berharap kegiatan ini dapat dipetik manfaatnya oleh guru dalam pembelajaran sastra di sekolah.

"Terima kasih," kata Dorothea Weli. "Ini sarana yang bagus untuk pembelajaran sastra. Harap datang lagi ke sekolah ini.”

Mewakili siswa, Viani menyatakan senang. "Ini yang kedua kalinya kami dikunjungi kakak-kakak Uniflor kelas PBSI. Harapan … datang lagi." ***  

Flores Pos, Rabu 30 Mei 2012

Tidak ada komentar: