Oleh Frans Anggal
Berita itu mengejutkan.
“Marlina Dilarang Ikut Pelajaran Agama di Sekolah”. Flores Pos Kamis 4 Oktober 2012 mewartakan kasus yang menimpa
seorang siswi kelas XI SMK Negeri 1 Ende, Marlina Wely. Sepekan kemudian,
kejutan lagi. “Marlina Dikeluarkan dari SMKN 1 Ende”. Flores Pos Kamis 11 Oktober
melansir solusi pihak sekolah.
Di SMK Negeri 1 Ende,
mulanya Marlina mengikuti pelajaran Agama Katolik, karena dia mengaku Katolik.
Belakangan, ketahuan dia telah berpindah ke Yehova, sebuah sekte yang bukan aliran Protestan dan
tidak memiliki dasar pengakuan apostolik bersama dengan umat Kristen. Nama
resmi sekte ini Saksi-Saksi Yehuwa di Indonesia (SSYI).
Karena sudah tidak Katolik
lagi, Marlina dilarang ikut pelajaran Agama Katolik oleh guru mata pelajarannya.
Ikut pelajaran Agama Kristen pun dia ditolak. Alasan gurunya, Yehova belum
diakui dalam sinode Gereja Kristen di NTT. Sementara itu, pihak sekolah tidak menyiapkan guru mata pelajaran Yehova.
Maka, solusinya, Marlina dikeluarkan. Keputusan ini didukung oleh Dinas
Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (PPO) Kabupaten Ende.
Dalam memberikan pelajaran
agama, sekolah negeri tidak seleluasa
sekolah swasta. Meski UU Sisdiknas, Pasal 12, Ayat (1a) mengamanatkan setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan
agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang
seagama, sekolah swasta masih bisa mengelak bahkan menolak dengan alasan
tertentu. Bisa berupa alasan teknis terbatasnya pembiayaan guru. Bisa pula
berupa alasan lain yang lebih mendasar: otonomi yayasan. Yayasan tidak memaksa
siswa masuk ke sekolahnya yang mempunyai keunikan tertentu.
SDK Santa Urusla Ende,
misalnya. Diselenggarakan oleh Yayasan Nusa Taruni Bhakti, milik Ursulin, sebuah kongregasi Katolik.
Sekolah ini punya keunikan: kekatolikannya dan spiritualitas Santa Angela.
Maka, pelajaran agamanya adalah pelajaran Agama Katolik, satu-satunya, untuk
semua murid apa pun agama mereka. Ini sudah disepakati secara tertulis oleh
orangtua/wali murid sejak awal murid masuk sekolah. Semua sekolah milik
Ursulin di seluruh Indonesia menerapkan hal yang sama.
Tidak demikian halnya
pada sekolah negeri. Yaitu, sekolah
yang diselenggarakan oleh negeri atau negara, dalam hal ini pemerintah.
Aturan mainnya harus lurus-lurus ikut aturan pemerintah. Dengan risiko, kalau
aturan dari atas itu bengkok, yang di bawah juga mau bilang apa ikut-ikutan
bengkok.
Dalam hal pelajaran agama,
misalnya. Selain harus mematuhi amanat UU sisdiknas, sekolah negeri juga mesti
menaati peraturan menteri (permen) agama. Permen Agama RI Nomor 16 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah sudah memberikan batasan
jelas dan tegas. Pendidikan agama terdiri dari pendidikan Agama Islam,
pendidikan Agama Katolik, pendidikan Agama Kristen, pendidikan Agama Hindu,
pendidikan Agama Buddha, dan pendidikan Agama Khonghucu.
Dengan permen itu maka yang
boleh dijadikan mata pelajaran agama di sekolah negeri adalah dan
hanyalah mata pelajaran keenam agama itu. Di luar keenamnya, apalagi yang
bukan agama, terlebih lagi yang tidak diakui pemerintah, ya sorry saja.
Dampaknya, peserta didik yang tidak menganut salah satu dari keenam agama itu
tidak bisa terpenuhi haknya oleh sekolah.
Ini bukan sepenuhnya salah
sekolah. Sekolah hanya ikut lurus-lurus aturan dari atas. Dari segi aturan
yang harus diikuti lurus-lurus, guru mata pelajaran Agama Katolik dan Agama
Kristen pada SMK Negeri 1 Ende, yang menolak Marlina yang Yehova, tidak
sepenuhnya dapat disalahkan. Sebab, kalau Marlina diterima maka kedua guru itu
tidak dapat memenuhi amanat UU Sisdiknas.
UU ini mempersyaratkan, setiap peserta didik mendapatkan pendidikan agama yang
sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama
dengannya.
Sebaliknya, kalau demi
memenuhi hak Marlina, SMK Negeri 1 Ende menyiapkan guru khusus Yehova, maka
dari segi aturan yang harus diikuti lurus-lurus, sekolah ini dapat disalahkan. Sebab, Yehova bukan
agama dan tidak masuk dalam agama yang
boleh diajarkan di sekolah sebagaimana telah diatur oleh Permen
Agama.
Posisi SMK Negeri 1 Ende
terjepit. Jalan lain tidak ada. Marlina pun dikeluarkan dari sekolah.
Dinas PPO Kabupaten Ende menyetujuinya.
Mungkin agar Marlina bisa menerima pelajaran
Yehova pada sekolah yang bisa menyelenggarakannya.
Yang menjadi soal,
seandainya semua sekolah di NTT, baik negeri maupun swasta, memakai alasan
yang sama seperti yang digunakan SMK Negeri 1 Ende, dan semua dinas PPO di NTT
memberikan sikap yang sama seperti yang diperlihatkan Dinas PPO Kabupaten
Ende, maka dapat dipastikan Marlina dan Marlina-Marlina lain tidak bisa
bersekolah di mana pun di NTT. Kalau ingin tetap bersekolah di NTT, tidak ada
pilihan lain. Berhentilah sebagai Yehova. Kembalilah ke agama semula, itupun
kalau masih diterima. Atau, pindah ke agama lain, salah satu dari enam agama yang diakui pemerintah.
Dengan ini, kita hendak
memperlihatkan satu hal. Betapa di negeri ini hak warga negara atas pendidikan
bisa hilang hanya karena keyakinan yang
dianutnya. Sulit untuk tidak mengatakan ini adalah pelanggaran atas hak-hak
asasi manusia (HAM). Dalam Pasal 4 UU 33/1999 tentang HAM, hak beragama
merupakan salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apa pun dan oleh siapa pun.
Dalam penjelasan pasal ini,
yang dimaksudkan dengan “dalam keadaan apa pun” termasuk dalam keadaan perang,
sengketa bersenjata, dan/atau keadaan darurat. Yang dimaksud dengan “siapa
pun” adalah negara, pemerintah, dan/atau anggota masyarakat.
Masih dalam perspektif HAM,
tindakan atas Marlina adalah tindakan diskriminatif. Diskriminasi, menurut
Pasal 1, Ayat (3) UU 39/1999 tentang HAM, adalah setiap pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada
pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang
berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan
atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,
dan aspek kehidupan lainnya.
Secara lebih khusus,
tindakan atas Marlina menyalahi prinsip
penyelenggaraan pendidikan yang telah diatur dalam UU 20/2003 tentang Sisdiknas. Pasal 4, Ayat
(1) UU ini menyatakan, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Meski demikian, SMK Negeri 1
Ende tidak sepenuhnya dapat disalahkan. Sebab, di seberang yang lain, sekolah
ini justru mematuhi salah satu amanat UU
Sisdiknas. Bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama. Juga menaati amanat Permen Agama, khusus dalam
pengelolaan pendidikan agama di sekolah, yang hanya boleh terdiri dari pendidikan
Agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Yehova? Tidak ada
tempat.
Inilah sengkarut dunia
pendidikan. UU yang satu tidak sejalan bahkan berlawanan dengan UU yang lain.
Peraturan yang di atas tidak sinkron dengan produk turunannya di bawah. Sengkarut ini sudah dirasakan sejak
awal ketika pendidikan agama dimasukkan dalam ruang publik sekolah 29 Desember 1945.
Bapak Pendidikan Nasional Ki
Hajar Dewantara, sebagai menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan,
sudah pesimistis dari awal. “Agama dalam pengajaran di sekolah adalah soal lama
dan terus-menerus menjadi persoalan yang sulit.”
Kenapa sulit? Agama itu
urusan privat. Namun dipaksa masuk ke ruang publik sekolah. Hasilnya, bermasalah,
dari dulu, sampai kini, dan entah sampai
kapan. Indonesia sedang dan terus mencari model yang tepat. Adakah model yang
tepat? Mudah-mudahan ada. Namun, dikhawatirkan tak ada. Sengkarut kasus Marlina
sudah membayangkan sesuatu. Negeri ini mungkin hanya akan menjadi negeri yang tak pernah sampai. ***
“Opini” Flores Pos, Sabtu 20 Oktober 2012
1 komentar:
makasih sudah menyebarkan berita berita ini..
http://www.sepuluhribu.com/?id=rizzky
Posting Komentar