Sebagian Besar Lembata untuk Tambang
Oleh Frans Anggal
Lebih dari separo wilayah Kabupaten (Pulau) Lembata direncanakan untuk tambang tembaga dan emas. Menolak rencana ini, Aldiras dan masyarakat akan lakukan aksi ke DPRD, mendesak agar pasal 50 Ranperda RTRW yang memuat mineral logam dan radioaktif dihilangkan. Demikian pernyataan Koordinator Aldiras Petrus Bala Wukak dan Paulus Dolu dalam jumpa pers di Lewoleba (Flores Pos Jumat 7 Januari 2011).
Rencana penambangan ini terungkap dengan ditemukannya dokumen berupa draf keputusan bupati Lembata tentang persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada empat perusahaan.
Dari dekomen ini terungkap beberapa hal. Pertama, Pulau Lembata dikapling menjadi lima blok tambang. (1) Blok Atadei, 15.970 ha, IUP operasi produksi dikantongi PT Flobamora Raya Minerals. (2) Blok Hadakewa Timur, 11.700 ha, PT Tanjung Serapung. (3) Blok Hadakewa Barat, 13.600 ha, PT Lebong Tandai. (4) Blok Balauring, 18.900 ha, PT Nusa Lontar Minerals. (5) Blok Lewolein, 15.180 ha, PT Pukuafu Indah.
Kedua, muncul tiga blok baru, yang belum ada dalam rencana sebelumnya. Blok Atadei, Blok Hadakewa Timur, Blok Hadakewa Barat. Penambahan tiga blok ini semakin menjadikan sebagian besar Lembata ‘habis’ untuk tambang. Juga, menyingkapkan pembohongan pemkab, yang sebelumnya telah menyatakan Atadei bukan untuk tambang tapi untuk eksploitasi panas bumi.
Ketiga, pemain utama di balik rencana ‘menghabiskan’ Lembata untuk tambang ini tetaplah pemain lama. Duet 2M: Manuk-Merukh. Bupati Lembata Andreas Duli Manuk dan pengusaha tambang Jusuf Merukh. Draf keputusan ‘menghabiskan’ Lembata itu adalah draf keputusan bupati, yang sekarang dijabat Ande Manuk. Saham terbesar untuk penambangan di lima blok itu milik Jusuf Merukh.
Patut dapat diduga, draf ini segera menjadi keputusan seandainya Ranperda RTRW yang memuat pasal mineral logam dan radioaktif (pasal 50) disahkan. Hingga kini pembahasan ranperda mentok. Titik krusialnya terletak pada pasal itu. DPRD Lembata pecah-belah. Dan kita pun tahu kekuatan apa yang mengombang-ambingkan para wakil rakyat yang katanya ‘terhormat’ ini.
Untung ada elemen civil society seperti JPIC, Aldiras, dll. Mereka setia, tidak hanya dalam mendampingi dan menyadarkan masyarakat calon lingkar tambang, tapi juga dalam mengontrol sepak terjang perselingkuhan pejabat dan kepitalis tambang. Cara pandang mereka yang melihat pasal 50 Ranperda RTRW sebagai jalan masuk tambang semakin terbukti kebenarannya. Pasal inilah yang ditunggu-tunggu draf keputusan bupati itu. Begitu ranperda disahkan, draf itu segera ditetapkan menjadi keputusan. Maka, ‘selesai’-lah Lembata.
Masa jabatan Bupati Manuk sebentar lagi berakhir. Waktu yang tersisa ini menjadi momen penting bagi kekuatan pro-tambang. Keputusan yang sangat menentukan nasib Lembata ke depan bisa lahir justru di senjakala sebuah kekuasaan. Habis memutuskan ya habis, sebab sang penguasa segera diganti. Dia merasa tidak perlu bertanggung jawab atas dampaknya. Dampak itu urusan bupati berikut.
Kemungkinan seperti ini perlu dicegah. Karena itulah kita mendukung rencana aksi Aldiras bersama masyarakat mendatangi DPRD. Pasal 50 Ranperda RTRW yang memuat mineral logam dan radioaktif harus dihilangkan. Makin sulit dibantah, itu adalah pintu masuk 2M untuk ‘menghabiskan’ Lembata. Pulau ini harus diselamatkan.
“Bentara” FLORES POS, Sabtu 8 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar