15 Desember 2011
Sejumput Kisah dari Ulumbu (2/Habis)
Dari Berkat ke Kerja Berat
Oleh Frans Anggal
DARI lokasi asli Ulumbu, kami menapaki jalan tanah bercekung menuju lokasi buatan. Di selatan. Hanya beberapa ratus meter. Inilah lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu.
Sebelum dibolehkan masuk atau tidak, kami harus isi buku tamu di pos masuk. Pria hitam berkumis dan berseragam biru itu mempersilakan kami duduk. "Karolus Beok", tertera pada saku kanannya. "Security", pada saku kirinya. Ia asal Kaca. Tinggalnya di Iteng. Ia mendapat giliran piket hari itu, Jumat 9 Desember 2011.
Dari satpam ini kami mendapat informasi, orang yang berwenang menjelaskan hal ihwal pembangkit listrik tenaga panas bumi Ulumbu adalah orang PLN. Namanya Pak Agus. Sayang, dia sedang tidak berada di tempat.
"Dia sudah pigi solat Jumat dari tadi Pak," kata Karolus. Jam menunjukkan pukul 12.00.
"Solat di mana?" tanya saya.
"Di Nanga Paang di Iteng, Pak." Hmmm, berarti harus bermobil setengah jam sebelum mencapai Iteng, ibu kota Kecamatan Satarmese.
"Kapan pulangnya?"
"Mungkin jam 3 sore, Pak."
"Kenapa bisa lama begitu?"
"Tida tau lagi e. Habis solat, dia pasti makan siang. Mungkin juga tidur siang."
Di saat itu baru kami sadar, kami terlalu berlama-lama di lokasi asli Ulumbu. Menyaksikan kepulan asap putih pada banyak titik .… Memelototi didihan air berlumpur belerang kekuning-kuningan …. Meraba dan merasakan langsung sengatan air panas dan bebatuan gosong …. Belum lagi jepret sana sini ….
"Maunya tadi kita langsung ke sini," kata Pater John Dami Mukese SVD sesaat setelah keluar dari pos satpam menuju lokasi pembangkit listrik. Pemimpin umum Flores Pos ini sadar telah terjadi salah perhitungan. Setibanya kami di tempat itu satu jam sebelumnya, dialah yang duluan menuju lokasi asli, tidak pake tanya-tanya. Saya dan sopir Om Flavi mau tidak mau ikut saja, he he he.
KAMI diantar Karolus menjejaki jalan menurun menuju pusat pembangkit listrik. Satpam ini memberanikan diri jadi pemandu. Lain-lain yang ada di situ mana berani. Sebab, yang begini-begini wewenangnya Pak Agus. Mau bilang apa. Tak ada Agus, Karolus pun jadi.
Bangunan pertama yang kami masuki adalah gedung turbin. Berdinding alumunium anti api. Ada dua turbin di situ. Raksasa. Tingginya tiga kali tinggi orang dewasa. Ini turbin berkapasitas besar. Masing-masing berdaya 2,5 mega watt (MW). Sedangkan yang berkapasitas kecil berada pada bangunan lain, berdaya 100 kilo watt (KW). Turbin kecil inilah yang sudah beroperasi, menerangi empat desa sekitar. Sementara turbin besar masih dalam proses pemipaan.
Wardoyo, tenaga teknis pemipaan dari PT Hindro, sibuk memasang pipa turbin saat kami masuk menyalaminya. Ditanyai tentang cara kerja turbin, dia tidak bersedia menjawab. Bukan karena tidak tahu, tapi karena tahu diri. Itu wewenang orang PLN, dalam hal ini Pak Agus yang sedang tidak berada di tempat. Kenapa harus orang PLN?
Undang-Undang (UU) No. 27/2003 tentang Panas Bumi, pasal 10, mengamanatkan bahwa untuk mempercepat pemanfaatan panas bumi, negara dapat memberikan wilayah penugasan survei pendahululuan panas bumi kepada badan usaha. Berdasarkan UU tersebut, dan diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) No.59/2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi, maka Kementerian Energi dan Sumber Daya (KESDM) melalui Kepmen No. 2010 K/30/MEM/2009, memutuskan: terdapat 9 wilayah penugasan survei pendahuluan panas bumi yang ditawarkan kepada badan usaha dan terbuka untuk umum.
Dalam perkembangannya, dari 9 lokasi yang ditawarkan, hingga kini baru 2 lokasi wilayah penugasan yang telah diambil penugasannya. Yaitu wilayah Ulumbu (Manggarai) dan Mataloko (Ngada) di Flores yang diberikan kepada PT PLN (persero). Sedangkan 7 lokasi lain sampai saat ini masih terbuka untuk ditawarkan kepada badan usaha yang berminat dan memenuhi syarat (www.esdm.go.id).
Keluar dari bangunan turbin raksasa, kami diantar Karolus menuju bangunan turbin kecil. Bisingnya di sini minta ampun. Desis desing uap dari sumur bornya seakan hendak memekakkan telinga.
Sugeng, dari KSO yang menangani sumur dan pemipaan, memberikan penjelasan penuh ragu tatkala ditanyai tentang proses kerja turbin. Seperti Wardoyo, ia juga tahu diri. Itu wewenang orang PLN. Yang bisa dia jelaskan hanya ini. Ada tiga sumur. Masing-masing berkedalaman 895 meter, 945 meter, dan 1800 meter. Dari sumur inilah uap dialirkan ke tiga turbin. Masing-masingnya berdaya 1 x 100 KW (turbin kecil) dan 2 x 2,5 MW (turbin besar).
Singkat cerita, tak banyak informasi yang kami peroleh tentang cara kerja turbin geoter-mal Ulumbu. Inilah risiko liputan dadakan. Soalnya, ke Ulumbu hanya intermezo dalam perjalan¬an tugas kami berau¬dien¬si dengan petinggi tiga kabupaten: Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur.
Tak dapat gambaran apa-apa tentang cara kerja turbin, kami tetap puas telah ke Ulumbu. Menyaksikan langsung apa yang sudah ada. Terutama setelah persitiwa penting yang menda¬pat liputan luas media. Yaitu peresmian uji coba pasokan listrik PLTP Ulumbu oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan pada tanggal 11 bulan 11 tahun 2011.
SAAT hendak pulang, sebelum memasuki mobil, saya berhenti sejenak depan pos satpam. Berusaha menyadari diri sedang berada di mana. Oh, ternyata di tengah hutan! Di tengah hutan lindung! Apakah PLTP Ulumbu salah tempat?
Di samping mensyukuri berkah PLTP Ulumbu, saya mengkhawatirkan kutukan alam seperti dikisahkan mitos Ulumbu. Nasib apa gerangan yang akan menimpa hutan lindung nan hijau di sekitar tempat ini? Kekhawatiran kian menebal di tengah kebijakan pemerintah meningkatkan porsi pemanfaatan energi terbarukan dalam energy mix nasional. Pemerintah terus berupaya mendorong pemanfaatan panas bumi. Salah satunya dengan menyiapkan izin eksplorasi 28 titik geotermal sebagai bagian solusi kebutuhan pasokan energi.
"Ke-28 titik geotermal tersebut berada di dalam kawasan hutan lindung dan akan segera diberikan izin untuk eksplorasi dan eksploitasinya," kata Menteri ESDM Jero Wacik, di Bali Nusa Dua Convention Center, Sabtu 19 November 2011. Selama ini, kata dia, pemanfaatan energi panas bumi terhambat karena lokasinya berada di hutan lindung. Dia telah berkomunikasi dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan untuk menandatangani kesepakatan izin eksplorasi (www.esdm.go.id).
Tentang ini, Indonesia bisa belajar dari Filipina. Pemanfaatan panas bumi Filipina dimulai pada era 1970-an. Kini, lebih dari 27% total produksi listrik negara itu dihasilkan dari panas bumi. Ini mengantarkan Filipina menjadi negara terbesar kedua setelah Amerika Serikat dalam pemanfaatan panas bumi.
Kenapa pemanfaatan panas bumi jadi pilihan Filipina? Ada empat alasan. Rendah biaya modal. Tak adanya biaya valuta asing untuk bahan bakar. Kecilnya unit-unit. Kecilnya pula dampak lingkungan.
Kecil, bukan berarti tidak ada dampak lingkungan. PLTP Ulumbu sudah menunjukkan itu. Inilah tantangan ke depan. Dari berkat elektrifikasi ke kerja berat pelestarian lingkungan. Eksploitasi panas bumi tanpa penghancuran hutan lindung!
Flores Pos Kamis 15 Desember 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar