Oleh Frans Anggal
Sumber foto: http://number-footing.blogspot.com
|
Kapan hari jadi Kabupaten
Manggarai Barat (Mabar)? Jawaban resminya baru muncul pada 2012, ketika daerah
otonom mekaran dari kabupaten induk Manggarai itu memasuki usia kesembilan.
Bupati Agustinus Ch. Dula pada apel HUT Kemerdekaan RI di ibu kota Labuan Bajo,
Jumat 17 Agustus 2012, menyampaikan pengumuman. Bahwa, hari jadi
Mabar jatuh pada 25 Februari. Bukan pada 17 Juli seperti yang dirayakan tahun-tahun sebelumnya (Flores Pos Kamis 23 Agustus 2012).
Apa dasarnya? Tak ada penjelasan. Bupati hanya menyebut Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Hari Jadi Mabar sebagai rujukan dalam pengumumannya itu. Sedangkan alasan penetapan tanggalnya tidak disampaikan atau mungkin tidak diberitakan. Demikian pula mengapa 17 Juli dibatalkan, tidak dikemukakan.
Yang diucapkannya hanya urutan kejadian. “Untuk diketahui,
tanggal 27 Januari 2003 sidang paripurna DPR/MPR RI di gedung Nusantara
Jakarta, mengesahkan beberapa rancangan undang-undang pemekaran wilayah
kabupaten/kota, satu di antaranya pemekaran wilayah Kabupaten Manggarai Barat.
Pada 25 Februari 2003, UU No. 8/2003 yang telah ditetapkan DPR/MPR RI tersebut
secara administratif diberi penomoran sesuai dengan urutan serta dicatatkan pada
lembaran negara dan tambahan lembaran negara untuk kemudian ditandatangani oleh
presiden Republik Indonesia saat itu
Megawati Soekarnoputri. Pada tanggal 17 Juli 2003 bertempat di Labuan Bajo,
Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno meresmikan Kabupaten Manggarai Barat.”
Itu adalah kronologi. Bukan argumentasi. Meski demikian,
argumentasi yang tersembunyi di baliknya bisa ditebak. Antara lain, dengan
merekonstruksi wacana setahun sebelumnya, sebagaimana dilansir Flores Pos, baik melalui beritanya
(Senin 25 Juli 2011) maupun melalui editorialnya “Bentara” (Kamis 28 Juli
2011). Bahwa, meskipun penetapannya dilakukan DPR pada 27 Januari, UU
pembentukan Kabupaten Mabar baru berkekuatan hukum setelah disahkan presiden
pada 25 Februari, untuk selanjutnya tinggal diresmikan mendagri pada 17 Juli.
Formulasi tersebut menempatkan pengesahan UU Mabar oleh presiden sebagai titik kulminasi perjuangan
Mabar kabupaten. Sedangkan penetapan UU-nya oleh DPR sekadar pengantar, dan peresmian kabupaten
oleh mendagri hanyalah penutup. Ini pandangan yang melulu yuridis, yang lemah sebagai dasar penetapan hari jadi
Mabar.
Pada ketiga peristiwa, terdapat tiga kata kunci,
masing-masing menyangkut pelaku dan tindakannya. DPR menetapkan (27 Januari),
presiden mengesahkan (25 Februari), mendagri meresmikian (17 Juli). Dalam alur
Mabar kabupaten, ketiga pelaku dan
tindakannya itu erat terkait. Yang satu mengandaikan dan mempersyaratkan yang
lain.
Mendagri bisa meresmikan Kabupaten Mabar (17 Juli) karena
presiden sudah mengesahkan UU pembentukannya
(25 Februari). Presiden bisa mengesahkan
UU pembentukan itu karena DPR telah
menetapkan-nya (27 Januari). Tanpa penetapan (oleh DPR), UU itu tidak
bisa disahkan (oleh presiden). Tanpa pengesahan, kabupaten baru itu tidak bisa
diresmikan (oleh mendagri). Tanpa peresmian, daerah otonom baru itu tidak bisa
berjalan.
Ketiga pelaku dan tindakannya sama penting. Oleh fungsinya,
satu mengandaikan dan mempersyaratkan yang lain, maka peristiwa yang satu tidak
lebih penting daripada peristiwa yang lain. Dengan demikian pula, tanggal yang
satu tidak lebih penting daripada
tanggal yang lain. Tanggal 27 Januari,
25 Februari, dan 17 Juli sama
pentingnya.
Karena sama pentingnya maka semua tanggal itu bisa menjadi
hari jadi Mabar: harinya Mabar menjadi kabupaten. Ketika DPR “menetapkan”
UU-nya pada 27 Januari maka Mabar kabupaten “menjadi tetap”, dengannya 27
Januari adalah “hari jadi penetapan
Kabupaten Mabar”. Ketika presiden “mengesahkan” UU itu pada
25 Februari maka Mabar kabupaten “menjadi sah”, dengannya 25 Februari adalah “hari jadi pengesahan Kabupaten
Mabar”. Ketika mendagri
“meresmikan”-nya pada 17 Juli maka Mabar kabupaten “menjadi resmi”, dengannya
17 Juli adalah “hari jadi peresmian
Kabupaten Mabar”.
Kalau semua tanggal itu cocok sebagai hari jadi Mabar, lalu atas dasar apa perda hanya memilih yang
satu dan menyingkirkan yang lain? Apa
dasarnya sehingga 25 Februari-lah yang ditetapkan, dan bukan 27 Januari atau 17
Juli?
Itulah lemahnya pandangan yang melulu yuridis. Ia
mengabaikan pertimbangan etis, sesuatu yang
tidak hanya menjadikan hari jadi itu kenangan (ke belakang) tetapi juga
pegangan, tuntunan, inspirasi, dan spirit (ke depan). Karena itu, yang
diperlukan dalam menguji peristiwa historis bukan hanya konfrontasi yuridis,
tetapi juga konfrontasi etis. Bila ini dilakukan maka hari jadi Mabar yang
cocok bukanlah seperti yang ditetapkan perda.
Mabar kabupaten itu sebuah perjuangan. Bahkan perjuangan
dramatis. Awalnya ada penolakan dari
elite politik kabupaten induk Manggarai. Ada semacam ketidakrelaan jika Mabar
disapih dari induknya. Menghadapi
resistensi elite ini, warga Mabar baik yang tinggal di Mabar maupun yang
berkarya di luar tetap teguh berjuang. Sedemikian rupa, sehingga sulit untuk
tidak mengatakan perjuangan mereka
adalah pengorbanan. Dalam demo perjuangan
di Ruteng ibu kota Kabupaten Manggarai kala itu, banyak aktivis yang
ditangkap polisi, dipukul, dan dijebloskan ke dalam sel. Namun, semua keringat
dan airmata seakan terhapus ketika palu diketukkan di Senayan pada 27 Januari
2003. Hari itu, rancangan UU pembentukan Kabupaten Mabar ditetapakan menjadi UU
oleh DPR.
Tanggal 27 Januari itulah puncak sejarah perjuangan Mabar
kabupaten. Disebut puncak, karena yang dipikirkan dan diupayakan dalam dan
selama perjuangan adalah bagaimana agar Manggarai kabupaten lolos di DPR, RUU
pembentukannya ditetapkan menjadi UU. Bukan bagaimana agar UU-nya (nanti)
disahkan oleh presiden (25 Februari). Juga, bukan bagaimana agar kabupatennya
(nanti) diresmikan oleh mendagri (17 Juli).
Yang dilakukan di Senayan pada 27 Januari itu adalah
perjuangan, mengatasnamakan masyarakat Mabar, termasuk mereka yang ditangkap,
dipukul, disel karena berjuang. Perjuangan di DPR itu penuh argumentasi,
persuasi, lobi, dan segala macam yang memeras otak, perasaan, waktu, dana, dll.
Sedangkan presiden tinggal tanda tangan pada 25 Fabruari. Apa sih sulitnya?
Mendagri tinggal meresmikan kabupaten
dan melantik penjabat bupatinya pada 17 Juli. Apa sih susahnya?
Jika dilakukan konfrontasi yuridis sekalipun, “penetapan” UU
oleh DPR itu tetaplah kuat. Konstitusi UUD 1945 telah mengatur, jika presiden
tidak mengesahkan (menandatangani) UU yang telah ditetapkan DPR maka dalam
waktu 30 hari sejak penetapannya, UU itu sah dan wajib diundangkan. Kalau
demikian halnya maka argumentasi terdahulu, yang menyebutkan bahwa UU
pembentukan Kabupaten Mabar yang ditetapkan DPR
pada 27 Januari baru memiliki kekuatan hukum setelah disahkan oleh
presiden pada 25 Februari, tidaklah cukup kuat dijadikan dasar penetapan 25
Februari sebagai hari jadi Kabupaten Mabar. Sebab, merujuk konstitusi, tanpa
pengesahan oleh presiden sekalipun, UU pembentuan Kabupaten Mabar pasti akan
tetap sah dan karena itu pasti akan tetap diundangkan.
Dengan demikian, secara historis, yuridis-konstitusional,
dan etis, 27 Januarilah yang cocok sebagai hari jadi Mabar. Bukan 17 Juli seperti yang dirayakan tahun-tahun sebelumnya. Bukan pula 25
Februari seperti yang ditetapkan perda.
Mudah-mudahan suatu waktu kelak, seraya merujuk perda yang
sudah direvisi nanti, bupati Mabar menyampaikan lagi pengumuman. Bahwa, hari
jadi Mabar jatuh pada 27 Januari. Bukan pada 17 Juli. Bukan pula pada 25
Februari. ***
"Opini" Flores Pos, Sabtu 1 September 2012
1 komentar:
pak frans, sy pikir bupati sdh tepat, UU yg belum disahkan tdk bisa dijadikan dasar hukum krn UU baru memiliki kekuatan hukum setelah disahkan sehingga hemat saya tanggal 25 pebruari adl hari jadi mabar.
salam dan mksh.
Posting Komentar