Kasus Dana Bansos Sikka 2009
Oleh Frans Anggal
Anggota Pansus DPRD Sikka Ambros Dan berada di tengah massa Forum Keluarga SP 2000 yang sedang berdemo di kantor bupati dan kejari di Maumere, Rabu 22 Juni 2011. Massa menuntut pemkab kembalikan pinjaman dari SP 2000 milik Amandus Suitbertus senilai Rp4,4 miliar. Kehadiran Ambros Dan dinilai negatif oleh Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestianus.
Menurut Petrus Selestianus, tindakan anggota pansus ini merendahkan martabat anggota dan lembaga DPRD. "Bagaimana seorang anggota dewan secara demonstratif bisa berperilaku sebagai debt collector, tukang tagih utang, memimpin massa untuk menagih utang, di mana utangnya berbau korupsi, dan perkaranya sedang dalam penyelidikan di Kejari Maumere" (Flores Pos Jumat 24 Juni 2011).
Pada 2009, staf Bagian Kesra meminjam Rp7,4 miliar dari SP 2000. Dana itu digunakan sebagai dana bansos. Yang sudah dikembalikan, Rp3 miliar. Sisa, Rp4,4 miliar. Belakangan teridentifikasi, pengelolaan dana bansos Rp10,7 miliar bermasalah. Ada 29 kuitansi palsu. Kerugian negara mencapai Rp9 miliar.
Selain diproses secara hukum oleh kejari, kasus ini ditangani secara politik oleh DPRD. DPRD membentuk pansus. Ambros Dan salah satu anggotanya. Kini kedua lembaga itu sedang bekerja. Pansus belum menghasilkan rekomendasi akhir. Kejari pun belum menetapkan tersangka. Di tengah ke-belum-an ini, muncul demo tagih utang.
Utang itu utang satu orang. Tapi yang datang demo ribuan orang. Mereka ramai-ramai tagih utang dari satu orang itu. Dan, ramai-ramai tagih utang demi satu orang itu. Jelas sekali, mereka memerankan diri sebagai penagih utang. Debt collector. Maka, demo mereka adalah demo para debt collector.
Di antara ribuan debt collector itu, terseliplah Ambros Dan. Untuk apa anggota pansus ini hadir di sana? Menurut keterangannya sendiri, dia hadir untuk memantau perkembangan aksi dan merekam aspirasi. Ini ia lakukan demi kepentingan pansus yang sedang berjalan. Keterangannya diteguhan oleh Ketua Pansus Lando Mekeng dan Wakil Ketua Badan Kehormatan DPRD Paulus Nong Susar.
Kalau demikian ceritanya maka tidak ada soal, bukan? Ambros Dan tidak sedang merendahkan martabat anggota dan lembaga DPRD. Sebaliknya, tindakannya terpuji. Ia memantau dan manjaring aspirasi demi kepentingan kerja pansus.
Itu kalau benar begitu. Sesuatu yang sangat berbeda dengan pernyataan Petrus Selestianus. Pengacara ini jelas tegas menyatakan, Ambros Dan memimpin massa menagih utang. Jadi, bukan memantau. Dan itu dilakukannya secara demonstratif.
Hmmm. Kita mau percaya yang mana? Dalam laporannya, wartawan Flores Pos Wall Abulat hanya menyebutkan, "Ambros Dan terlihat di tengah kerumunan massa." Tidak diinformasikan lebih lanjut, apa yang dilakukannya di tengah kerumunan itu. Apakah dia hanya memantau dan mendengarkan? Ataukah justru menggerakkan?
Kalau benar hanya memantau dan mendengarkan, kenapa dia harus berada di tengah kerumunan? Tidak di pinggir atau di luarnya? Bukankah lebih tampan berada di luar, mengambil jarak tertentu, sehingga lebih mudah memantau situasi?
"Tolong, jangan sibuk soal kehadiran saya," katanya. "Mari kita sibuk pikirkan jalan keluar untuk atasi Sikka yang sedang sekarat ini." Sibuk boleh sibuk. Asalkan sibuk yang proporsional. Sibuk yang tepat tempat, tepat waktu, tepat tindakan.
”Bentara” FLORES POS, Sabtu 25 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar