06 Februari 2012
Lebih Jauh dengan Bupati Marianus Sae (2)
“Membangun Ngada dari Desa”
Oleh Frans Anggal
PENGHEMATAN di pos perjalanan dinas dan biaya operasional kendaraan dinas punya tujuan khusus, kata Bupati Marianus Sae. Dana dialirkan ke desa.
"Tag line kami adalah Membangun Ngada dari Desa," katanya.
Dalam bingkai Membangun Ngada dari Desa, meluncurlah beberapa program. Ada Perak: Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Ada JKMN: Jaminan Kesehatan Masyarakat Ngada. Ada Penguatan Koperasi. Ada Pelangi Desa: Percepatan Pelayanan Infrastruktur Desa. Ada Beasiswa Anak Desa.
Program Perak diluncurkan pertama kali pada 2007. Saat itu Marianus masih sebagai wirausahawan murni. Belum masuk politik. Baru pada 2008 ia jadi ketua PAN Kabupaten Ngada dan pada 2010 maju bertarung dan menang dalam pemilukada
Perak diluncurkan di Zeu. Ini lokasi kebun, dekat Soa, sekitar 25 km arah utara kota Bajawa. Di kebun di Desa Sogo I Kecamatan Golewa inilah Marianus bertempat tinggal, sebelum masuk kota Bajawa mendiami rumah jabatan bupati. Dari kebun inilah ia rancang masa depan Ngada. Merancang Ngada dari Zeu. Sebelum Membangun Ngada dari Desa.
Perak di Zeu itu berupa bantuan babi 400 ekor dan sapi 50 ekor bagi kepala keluarga (KK) miskin.
"Sapi anak pertama untuk saya. Anak kedua untuk si KK miskin. Anak ketiga untuk saya. Anak keempat dan seterusnya untuk si KK miskin. Tahun 2008, saya luncurkankan lagi 150 ekor, jadi 800 ekor. Ini menyebar. Diberi cap MS. Dengan demikian mudah diawasi," kisahnya. MS itu singkatan namanya.
"Saat saya jadi bupati (2010), Perak hanya dipertegas. Perak sekarang jadi hibah murni. Dengan syarat, anak 1, 2, 3 tidak boleh dijual. Setelah itu boleh dijual. Bila dijual, saya proses."
Untuk menyukseskan Perak, kades mendapat insentif Rp500 ribu. Namun, "Insentif ini berbasis kinerja. Bila ada yang tak beres, (insentifnya) saya tahan."
Bupati ini merasa punya dasar untuk bersikap dan bertindak tegas. "Perak ini sudah di RPMJ, diperdakan."
Tidak gampang, tentu. Salah satu tantangannya adalah pola hidup masyarakat. Ini terkait dengan adat istiadat. Budaya pesta cenderung korbankan banyak hewan. Mimpi buruk bagi sapi-sapi Perak.
"Saya mau larang sembelih hewan berlebihan saat pesta. Ini sedang dibahas."
ITU soal Perak. Bagaimana dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat Ngada (JKMN)?
Bupati Marinus tidak jelaskan program ini secara khusus.
Sejauh diwartakan Flores Pos, JMKN itu---sesuai dengan namanya---diperuntukkan khusus bagi masyarakat Ngada. Ini jaminan kesehatan di luar Askes dan Jamkesmas. Pemkab alokasikan Rp6 miliar. Meski terasa belum cukup, jumlah ini sudah sangat membantu masyarakat (Flores Pos Jumat 15 Juli 2011).
Bagaimana dengan program Penguatan Koperasi? Konkretnya adalah pengucuran dana, kata bupati. Tanpa langkah konkret ini, omong kosong sebuah provinsi akan jadi provinsi koperasi.
Ia mengkritik kepala daerah yang langkahnya seremonial belaka. Menghadiri RAT koperasi ini dan itu tanpa mengucurkan dana bagi koperasi, lalu menyebut provinsinya provinsi koperasi.
Bagaimana pula dengan program Pelangi Desa? "Ini (kurang lebih) sama dengan Perak," kata bupati. "Cuma, kepentingannya di tingkat dusun. Kalau PNPM, kepentingannya di tingkat kecamatan."
Dalam program Percepatan Pelayanan Infrastruktur Desa ini, "Uang (digunakan) hanya untuk beli material. Tenaganya, swadaya. Warga desa sendiri yang kerja. Pasti efisien dan kuat. Jangan cuma Rp50 juta (dananya), pake kontraktor."
Satu lagi: program Beasiswa Anak Desa. Konkretnya, "Anak-anak miskin disaring di kecamatan," kata bupati.
"Untuk studi kedokteran, kita rekrut 1 orang tiap kecamatan. Tiap tahun kita kirim 9 orang. Kalau 5 tahun, kita sudah ada 45 calon dokter."
Menurut bupati, selama ini, untuk anak miskin, masuk perguruan tinggi itu sesuatu yang 'abstrak'. Apalagi untuk jadi dokter.
"Ketika ruang ini kita buka, ternyata mereka mampu. Ada kebanggaan. Anak orang miskin, dari rumah reot, bisa jadi dokter."
DENGAN program-program itu, locus kiprah Bupati Marianus Sae jelas: desa.
"Ketika desa maju maka kecamatan maju, daerah maju, negara maju," katanya.
Sedangkan focus-nya: perbaikan ekonomi. "Ketidakmampuan ekonomi berdampak pada ketidakmampuan pendidikan dan kesehatan."
Perbaikan ekonomi ini harus dari bawah. Dari desa. "Bila tidak, kesenjangan makin dalam."
Karena itu, masuk akal, ketika ia berikan perhatian nyata dan luar biasa bagi para kades selaku ujung tombak di lapangan. Ia berikan dari apa yang menjadi haknya.
Seperti pernah diwartakan beberapa media, Bupati Marianus mengalihkan insentif pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi para kades. Mereka mendapat subsidi masing-masing satu unit sepeda motor dinas. Mereka juga terima Penghasilan Tetap, bukan lagi sekadar Tunjangan Kurang Penghasilan. Sekarang, di Ngada, gaji kades Rp1 juta. Sekdes (non PNS) Rp900 ribu. Kaur Rp750 ribu. Pamong Rp500 ribu. Ketua BPD Rp650 ribu. Waket BPD Rp500 ribu. Sekretaris BPD Rp450 ribu
"Insentif PBB itu hak bupati dan wabup," katanya. "Ada regulasinya. Tahun ini (insentif PBB 2011) besarnya Rp2,4 miliar. Saya bisa beli mobil mewah tiap tahun (dengan insentif sebesar ini). Tapi tidak. Saya beli motor untuk kades. Tahun depan (dari insentif PBB 2012) saya beli motor untuk kades yang belum dapat, lalu untuk kepala sekolah."
Dengan pengorbanan seperti ini, ia mengaku makan hati setiap kali menyaksikan ketidakbecusan pengelolaan keuangan di daerah. Sekadar contoh, ia pernah marah besar mendengar laporan keuangan dari PDAM.
"Pemasukannya Rp2,1 miliar. Pengeluarannya Rp2,8 miliar. Ini aneh! Pantas dilempari batu! Air gratis, koq rugi? Pedagang air saja untung, padahal air ia beli lalu jual."
KALAU sudah mulai omong tentang ketidakbecusan pengelolaan keuangan, ekpresinya pasti serius. Gesturnya tegas.
Gambaran yang dilansir Pusat Informasi Data Investasi Indonesia (PIDII) terbukti. Tentang Mr. Mariansu Sae, PIDII menulis, "Orang-orang terdekatnya mengenal bapak ini sebagai sosok yang gigih berjuang untuk kemajuan wilayahnya dan kesejahteraan rakyatnya. Penganut Katolik yang taat ini adalah figur pekerja keras, jujur, rendah hati, dan disiplin" (http://pidii.com).
Gambaran lain terungkap dalam tulisan Dahlan Iskan pada Jawa Pos edisi Senin 2 Januari 2012 di bawah judul "Tempat Bersandar Harus Kukuh". Menteri BUMN ini menyinggung laporananya kepada presiden.
"… Saya sempat menyampaikan terobosan yang dilakukan beberapa bupati dari daerah tertinggal. Misalnya, bupati Lebak yang berambisi menuntaskan ketertinggalannya pada akhir 2013. Juga bupati Ngada di Flores yang sampai mengancam mengundurkan diri kalau DPRD setempat menolak pengalokasian dana APBD untuk program pemberian sapi bagi 18.000 penduduk miskin di kabupaten itu."
"Bupati ini memang istimewa," lanjut Dahlan Iskan. "Mobil dinasnya Kijang tua karena dia memilih APBD untuk mengurangi kemiskinan daripada untuk membeli mobil dinas baru. Dia melihat tidak ada cara lain yang lebih cepat mengentas kemiskinan di Ngada kecuali lewat pembagian sapi dan pembangunan bendungan untuk irigasi di Bajawa." ***
Flores Pos, Jumat 3 Februari 2012
Label:
bupati marianus sae,
feature,
flores,
flores pos,
ngada,
politik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Semoga menjadi Kepala daerah yang baik..
Posting Komentar