25 Februari 2012
Sejenak dengan Bupati Nani Aoh (2/Habis)
“Segar Lagi, Mungkin Karena Baru Nikah”
Oleh Frans Anggal
DALAM posisi duduk berhadap-hadapan dan hanya dibatasi sebuah meja kerja, jarak antara kami dan Bupati Nani tidak sampai dua meter. Saya perhatikan raut wajahnya. Sangat kentara, dia sudah berumur. Kenapa rakyat Nagekeo memilih orang sesepuh ini jadi bupati perdana?
"Pak Nani ini sebuah fenomena yang menarik," kata saya. "Jadi bupati di dua kabupaten. Di kabupaten induk dan di kabupaten mekaran. Ada juga bupati lain yang ingin seperti ini tapi gagal. Kira-kira apa hikmahnya?"
"Hikmahnya ya saya tetap jadi bupati, ha ha ha ha ….," tawanya berderai.
Ia lalu kemukakan alasan masyarakat Nagakeo memilih dia jadi bupati perdana.
"Rupanya masyarakat terkesan selama saya jadi bupati Ngada. PP 65, ibu kota Ngada adalah Mbay. Lalu Kapet Mbay. Kenangan ini ada di masyarakat Nagekeo."
Kapet adalah singkatan dari kawasan pengembangan ekonomi terpadu. Ini muncul pada saat Nani Aoh jadi bupati Ngada. Lewat PP Nomor 65 Tahun 1998, ibu kota Kabupaten Ngada dipindahkan dari Bajawa ke Mbay. Pada masa itu, tiga hari dalam seminggu Bupati Nani berkantor di Mbay, di gedung yang sekarang kantor DPRD.
Ketika Nagekeo hendak jadi daerah otonom, cari ibu kotanya tidak pusing-pusing lagi. "Karena sudah ada kebijakan dan memori, ibu kota Ngada di Mbay," kata Bupati Nani.
Nagekeo adalah 1 dari 16 kabupaten/kota baru yang dimekarkan pada 2006. Di NTT, kabupaten baru lainnya hasil pemekaran tahun yang sama adalah Sumba Bara Daya dan Sumba Tengah.
Kabupaten Nagekeo lahir berdasarkan UU No. 2 Tahun 2007. DPR menyetujui rancangan UU-nya pada 8 Desember 2006. Peresmian dilakukan pada 22 Mei 2007 oleh Penjabat Mendagri Widodo A.S. Ditunjuk sebagai penjabat bupati, Elias Djo, sejak 22 Mei 2007. Sedangkan bupati, hasil pemilukada perdana, Johanes Samping Aoh, sejak Oktober 2008.
Johanes Samping Aoh berpasangan dengan Paulus Kadju dalam pemilukada yang diikuti lima pasangan calon. Dalam penetapan KPUD Ngada, Sabtu 16 Agustus 2008, pasangan ini dinyatakan menang sebagai calon bupati-wabup terpilih, dengan memperoleh dukungan 21.869 suara sah. Satu putaran, mereka langsung menang secara meyakinkan. Merebut 34 persen suara dari total 66.331 suara.
Ini fenomena menarik. Dari segi usia, Nani Aoh sudah berlalu. Ini bukan tidak ia sadari. Selepas masa baktinya sebagai bupati Ngada, 2000, pikirannya hanya satu. Menjalani dan menikmati pensiun.
"Saya berhenti tahun 2000. Tahun 2001, istri (Ibu Mince Aoh) meninggal. Saya tinggal di Jakarta sampai tahun 2007. Pada tahun yang sama (2007), mama saya meninggal. Saya datang (ke Mauponggo). Orang-orang datang (temui saya), omong-omong (minta kesediaan saya jadi bupati). Saya tolak. Apalagi kami ini orang Orde Baru 100 persen. Tapi desakan mereka begitu tinggi, maka saya bilang oke. Tapi harus uji petik. Sebab, yang datang (minta kesediaan saya) ini (orang dari) partai-partai kecil. Partai-partai besar sudah ada orangnya."
Uji petik pun dilakukan. Para penginisiatif mengundang semua tokoh pemegang kunci dari setiap kecamatan untuk hadiri pertemuan di Mauponggo.
"Saya siapkan rumah. Karena yang hadir ini para tokoh dari 7 kecamatan, target saya 40-50 orang yang datang. Maka saya siapkan kambing. Pada hari-H, yang datang ternyata lebih dari 2.000 orang. Akhirnya saya potong sapi. Ini tanda mereka mau betul, tidak main-main. Saya kumpulkan anak-anak (saya). Saya tanya mereka. Kata mereka, 'Dari fisik, Bapa oke, belum pikun. Kepercayaan rakyat tak boleh disia-siakan.'"
SAYA perhatikan lagi raut wajahnya. Dia sudah sepuh, memang, tapi jelas belum pikun. Kulit wajahnya tetap merah segar. Jalan pikiranya tetap jernih. Bicaranya tetap runtut. Dan, mobilitasnya masih tinggi, ke Jakarta, ke kecamatan, ke desa-desa.
"Saya satu umur dengan Mgr. Cheru, " katanya. Yang dimaksudkannya adalah Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira SVD, uskup Maumrere.
"Di Kupang, gubenur dan bupati-bupati panggil saya 'senior'," imbuhnya.
"Empat belas Februari ini saya genap 71 tahun. Usia pensiun. Tapi sekarang saya segar lagi, mungkin karena baru nikah, ha ha ha ha …." Humor ini ia ditujukannya ke Pater John Dami Mukese SVD. Pemimpin umum Flores Pos ini dan kami semua terkekeh-kekeh.
Sepeninggal istrinya, Pak Nani menduda selama 9 tahun. Dia baru berhenti menduda pada Sabtu 9 Oktober 2010.
Hari itu, ia melangsungkan pernikahan dengan Mastiur Magdalena Panggabean, seorang dokter asal Medan. Pemberkatan nikahnya sore hari, di Gereja St. Paskalis, Jalan Letjen Suprapto, Jakarta Pusat. Misa dipimpin Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira SVD. Malam, musik dan tarian Ja'i memeriahkan resepsinya di Acacia Hotel Golden Rose Ballroom, Jalan Keramat Raya Nomor 81, Jakarta Pusat. Tiga anak Pak Nani dan dua anak Ibu Mastiur turut hadir (http://kupang.tribunnews.com)
"Pak Nani kenal dengan Ibu Dokter itu di mana dan lewat siapa?" tanya saya.
"Kenalnya lewat face book, ha ha ha ha …"
Lagi-lagi kami terkekeh-kekeh. Ia pasti bercanda.
"Sekarang canggih, Pater," katanya kepada Pater Dami. "Tidak lagi pake surat seperti dulu. Sekarang pake BBM, tinggal ketik, enter, langsung terkirim, ha ha ha ha …."
BBM, singkatan dari BlackBerry Messenger, adalah program pengirim pesan instan yang disediakan untuk para pengguna perangkat BlackBerry. Layanan Messenger ini dibuat khusus bagi pemilik BlackBerry dan dirancang khusus untuk berkomunikasi di antara pengguna (http://id.wikipedia.org).
Suasana makin santai. Bupati Nani keluarkan sebungkus rokok dari laci meja. Sampoerna merah. Ia tarik sebatang.
"Apakah Ibu Dokter tidak larang Pak Nani merokok?" tanya saya.
"Tidak. Hanya, perlu dibatasi. Dulu saya bisa habiskan tiga empat bungkus sehari. Sekarang hanya satu bungkus, itu pun tidak habis."
Ia lalu bercerita tentang kesehatannya. Hasil pemeriksaan terakhir, semuanya sehat. Hanya ada sedikit gangguan di prostat.
"Tapi, kata Ibu Dokter, itu karena faktor usia."
SEUSAI audiensi dengan Bupati Nani, kami mampir minum di ruang kerja Kabag Humas Ande Ndona Corsini.
Sambil menyeruput kopi hangat, kami bincang-bincang tentang pemilukada Nagekeo 2013. Apakah Pak Nani bakal maju lagi?
Saat audiensi, Bupati Nani bilang, dia tidak akan maju lagi.
"Nanti (bupati Negekeo) yang berikut, orang muda. Saya istirahat," katanya.
Benarkah akan seperti itu?
"Kalau dia maju lagi, dia bisa menang," kata Wim de Rosari, wartawan Flores Pos di Nagekeo. "Atau, kalau dia tidak maju lagi, maka siapa pun yang dia dukung pasti itulah yang menang."
Tiba-tiba saya teringat akan kata-katanya. "Empat belas Februari ini saya genap 71 tahun. Usia pensiun. Tapi sekarang saya segar lagi …."
Sekarang segar lagi … lalu rakyat minta lagi … dan aturan masih memungkinkannya lagi …, maka .... ***
Flores Pos, Sabtu 25 Februari 2012
Label:
feature,
flores,
flores pos,
johanes samping aoh,
nagekeo,
politik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Saya mengucapkan terima kasih untuk tulisan2 ini. Jujur saja...Selama ini saya saya sangat merindukan Flores Pos untuk membuat website online agar masyarakat Flores yang berada jauh dari Flores seperti saya ini bisa mengakses informasi tentang Flores. Pos Kupang memberitakan juga ttg Flores, tetapi kolomnya sangat terbatas. Tapi blog ini sangat bermanfaat bagi orang2 yang haus akan informasi tentang Flores seperti saya. Terima kasih.
Posting Komentar