08 April 2011

Jalur Damai, Hanya Cara

Kasus Tambang Mangan di Serise

Oleh Frans Anggal

Unsur muspida sarankan, sengketa warga Serise vs PT Arumbai Mangabekti diselesaikan secara damai. Saran disampaikan dalam pertemuan warga Serise dengan Arumbai di Mapolres Manggarai di Ruteng, Sabtu 2 April 2011. Petemuan ini terkait sengketa lokasi tambang mangan Lingko Rengge Komba, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur (Flores Pos Selasa 5 April 2011).

Saran dilontarkan Ketua Pengadilan Negeri Ruteng Robert, Kajari Ruteng Gembong Priyanto, Dandim Manggarai Abdul Fatoni, dan Kadistamban Mangga¬rai Timur Thomas Ngalong. Pertemuan diprakarsai dan difasilitasi Kapolres Manggarai Hambali.

Menurut para pejabat, jalur damai lebih baik ketimbang jalur hukum. Di jalur damai, kedua pihak bisa sama-sama menang (win-win solution). Tidak demikian di jalur hukum. Jalur hukum mengha-ruskan mereka siap menang dan kalah (win-lose solution).

Hingga pertemuan berakhir, saran tersebut tetap menggantung. Kedua belah pihak tetap pada sikap masing-masing. Arumbai berpendirian, penambangan di Lingko Rengge Komba legal. Sebab, pihaknya telah dapat izin dari Gendang Satar Teu. Sedangkan Serise tetap bersikap, penambangan itu ilegal. Sebab, Lingko Rengge Komba bukan milik Satar Teu. Itu milik Serise. Dan Serise tidak pernah beri izin atau serahkan lahan itu untuk ditambang.

Dari sikap berbeda itu, lahir tindakan berbeda. Karena menganggapnya legal, Arumbai tetap menambang. Sebaliknya, karena menganggapnya ilegal, Serise menghalangi penambangan. Mereka duduki dan pagari lokasi. Polres turun tangan. Awal Desember 2010, lahir kesepakatan pen-status-quo-an. Tidak boleh ada kegiatan apa pun di atas lokasi sengketa. Pelaksanaannya dijamin kapolres.

Fakta di lapangan, jaminan kapolres tidak jalan. Dua kali Arumbai langgar kesepakatan. Pertama, akhir Desember 2010, Arumbai membuka jalan masuk di areal status quo. Juga membuang limbah mangan. Orang-orang tak dikenal, kaki tangan Arumbai, lalu-lalang. Serise sudah laporkan ini ke polres. Kedua, medio Maret 2011, Arumbai paksa agar prosesing mangan di tengah kampung Serise diaktifkan lagi. Warga menolak. Kedua pihak bersitegang. Warga mengusir Arumbai keluar dari kampung.

Apa tindakan polres terhadap dua pelanggaran Arumbai? Tidak ada! Aneh. Melanggar kesepakatan yang dijamin kapolres sama artinya mengangkangi kapolres, si penjamin kesepakatan. Dua kali kapolres dikangkangi. Kapolres hanya diam. Tidak berdaya.

Sekarang, si tak berdaya ini pertemuan Serise dan Arumbai. Setingnya, Serise dan Arumbai berdamai. Ini didukung muspida. Bagaimana bisa damai kalau kesepakatan pen-status-quo-an Lingko Rengge Komba tetap dilanggar? Bagaimana bisa damai kalau terhadap pelanggaran itu, kapolres hanya diam?

Itu menyangkut prakondisi perdamaian. Sedangkan menyangkut isi perdamaian, itu belum jelas. Namun, sepertinya sudah ada preseden. Akhir Desember 2010, para kaki tangan Arumbai keluar masuk lokasi sengketa. Mereka merayu warga agar menerima ganti rugi, dengan demikian Arumbai tetap menambang.

Kalau itu isinya, lupakan saja perdamain. Sebab, sikap Serise sudah jelas, tegas, dan final: "Kembalikan ruang hidup kami!" Dalam budaya Manggarai, ‘ruang hidup’ (Jerman: Lebensraum) mencakup rumah, kampung, kebun, dan sumber air. Sangat jelas, ruang hidup itu bukan uang. Tidak bisa pula diganti dengan uang. Ia hanya bisa dikembalikan, apa pun caranya. Dan, jalur damai atau jalur hukum, itu hanya cara.

“Bentara” FLORES POS, Kamis 7 April 2011

Tidak ada komentar: