29 April 2011

Yang Benarlah Polres Manggarai!

Kasus Tambang Mangan di Serise

Oleh Frans Anggal

Siprianus Amon, tua teno Serise, ditetapkan menjadi tersangka, atas laporan perusahaan tambang mangan PT Arumbai Mangabekti. Amon dkk dilaporkan menghalang-halangi kegiatan Arumbai di Serise, Desa Satarpunda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur. "Perusahaan memiliki perizinan yang sah," kata Kasat Reskrim Polres Manggarai, Trianus Ouwpoly (Flores Pos Kamis 28 April 2011).

Sementara itu, dari pihak Arumbai belum satu pun tersangaka yang ditetapkan. Oleh masyarat adat Serise, Arumbai dilaporan melakukan penyerobotan Lingko Rengge Komba milik mereka. Laporan ini sedang ditindaklanjuti, kata Kasat Reskrim Trianus Ouwpoly. Tersangka dari pihak Arumbai belum bisa ditetapkan karena Serise belum menunjukkan bukti-bukti hukum kepemilikannya atas Rengge Komba.

Ini kasus saling lapor. Yang pertama melapor ke polres adalah pihak Serise, 23 November 2010. Langkah ini mereka tempuh setelah berkali-kali melakukan protes langsung ke Arumbai. Rengge Komba yang ditambang Arumbai adalah milik Serise yang tidak pernah diserahkan untuk ditambang. Karena itu, penambangan Arumbai merupakan tindak penyerobotan.

Laporan ini tidak ditindaklanjuti polres. Demikian pula dengan pengaduan Serises ke pemkab Manggarai Timur. Karena itulah, akhir November 2010, mereka menempuh cara mereka sendiri menghentikan penambangan. Mereka menduduki dan memagari lokasi tambang di Rengge Komba. Setelah dua pekan, aksi ini dibubarkan polisi.

Pendudukan dan pemagaran inilah yang dilaporkan Arumbai sebagai perbuatan menghalang-halangi kegiatan perusahaan. Laporan yang datangnya kemudian inilah yang justru lebih cepat ditindaklanjuti polres. Alasan: laporan Arumbai disertai bukti-bukti hukum tentang keabsahan penambangan. Sedangkan laporan Serise tidak disertai bukti-bukti hukum tentang kepemilikan atas Rengge Komba.

Rengge Komba itu lingko. Yakni lahan pertanian dan perkebunan bulat melingkar, di dalamnya para anggota persekutuan adat (gendang) membuka dan mengerjakan kebun menurut bagian masing-masing. Kalau ada lingko berarti ada gendang. Demikian pula sebaliknya. Singkatnya, lingko itu tanah ulayat.

Tentang tanah ulayat inilah, Polres Manggarai menuntut bukti-bukti hukum kepemilikan. Serise harus tunjukkan bukti hukum bahwa Rengge Komba tanah ulayatnya. Bukti apa? Bukti tertulis? Kemungkinan besar tidak ada. Kebanyakan tanah ulayat di Indonesia tidak didaftarkan. Dengan demikian, sebagian besar tanah ulayat tidak punya “bukti” kepemilikan.

Pada titik inilah cara wawas Polres Manggarai tak boleh menyempit. Jangan hanya memelototi hukum positif. Bukalah mata terhadap hukum adat, yang pada prinsipnya diakui keberadaannya oleh hukum tanah nasional Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam UU Pokok Agraria No. 5/1960, UU No 39/1999 tentang HAM, dan UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Khusus tentang hak ulayat, pasal 3 UUPA No. 5/1960 menyatakan, hak ulayat hanya diberikan jika pada kenyataannya masyarakat adat itu masih ada.

Masyarakat adat Serise faktual masih ada. Siprianus Amon si tersangka itu adalah tua teno-nya, semacam kepala agraria dalam sistem pemerintahan lokal. Bukti kepemilikan tanah pada masyarakat adat ini bukan kertas, tapi kuburan, tanaman, testimoni, dll.

Testimoni para tetua adat sudah disampaikan dalam pertemuan di mapolres. Isinya: Rengge Komba milik Serise. Nah, tunggu apa lagi? Tunggu bukti berupa kertas? Yang benarlah Polres Manggarai!

“Bentara” FLORES POS, Jumat 29 April 2011

Tidak ada komentar: