Kasus Shabu-Shabu di Sikka
Oleh Frans Anggal
Unit Satuan Narkoba Polres Sikka membekuk Petrus Slamet Indrianto, warga setempat, atas kepemilikan 0,4 gram shabu-shabu, Sabtu 9 April 2011. Pelaku menyimpan shabu-shabu dalam kandang tikus amsterdam, dalam perjalanan Makassar-Maumere dengan KM Wilis. Shabu-shabu disembunyian di balik serbuk kertas terbungkus kertas koran (Flores Pos Senin 11 April 2011).
"Saya beli paket shabu-shabu itu seharga Rp300 ribu dari salah seorang tak dikenal di Pelabuhan Makassar," kata pelaku. Ia minta maaf di hadapan penyidik. Keluarganya mohon penangguhan penahanan. Kuasa hukum Marianus Laka sudah ingatkan, polisi tidak akan tangguhkan penahanan. "Saya sudah sampaikan bahwa kasus narkoba ini diprioritaskan," kata Marianus.
Khusus di Kabupaten Sikka, ini kasus ketiga dalam empat tahun terakhir. Pertama, 2008, polisi membongkar shabu-shabu 0,8 gram di Bandara Waioti (sekarang Bandara Frans Seda). Kedua, 2009, polisi menangkap Indra Lai (25), pemilik shabu-shabu 6,5 gram. Kasus ketiga, 2011, polisi menangkap Petrus Slamet Indrianto pemilik shabu-shabu 0,4 gram.
Dibanding dengan dua kasus terdahulu, yang terakhir ini kecil dari segi jumlah. Hanya setengah dari kasus pertama. Meski demikian, dari segi modus operandinya, yang terakhir ini tergolong baru. Shabu-shabu disimpan dalam kandang tikus.
Modus baru ini menunjukkan satu hal. Pengedaran narkotika selalu mencari cara baru, yang tidak terduga, sehingga luput dari endusan aparat keamanan. Pada kasus di Maumere, polisi sudah duluan mendapat informasi. Pelaku sudah menjadi target. Sehingga, apa pun bawaanya, digeledah. Kandang tikus sekalipun, diperiksa. Dan, tak terduga, ternyata shabu-shabu disembunyikan di situ.
Seandainya polisi tidak memiliki informasi awal, dengan demikian pelaku tidak menjadi target operasi, apakah kandang tikus tadi akan tetap diperiksa secara ketat dan cermat? Kemungkinan besar tidak. Atas cara itulah pengedaran narkoba marak ke mana-mana.
Kita akui, menyingkap kasus narkoba tidaklah mudah. Menangkap pelakunya pun tidaklah gampag. Sebab, si pelaku haruslah tertangkap tangan. Untuk itu, dibutuhkan dua hal dari pihak kepolisian. Yakni, keahlian khusus dan informasi yang cukup. Pada banyak peristiwa penang¬kap¬an, polisi terpaksa menyamar sebagai pembeli.
Atas dasar itu, setiap penangkapan yang tepat sasaran dan tepat tindakan merupakan prestasi. Karenanya, keberhasilan Unit Satuan Narkoba Polres Sikka membekuk Petrus Slamet Indrianto patut kita acungi jempol. Bayangkan seandainya unit ini tidak memiliki keahlian khusus dan informasi yang cukup. Apa yang terjadi? Petrus Slamet Indrianto lenggang kangkung masuk Maumere. Dan mungkin semakin lancar bolak-balik Maumere-Makassar bersama kandang tikusnya.
Langkah sigap Polres Sikka tentu tidakah cukup. Pemberantasan narkoba dan pemutusan mata rantainya tidak akan berhasil kalau hanya mengandalkan polisi. Perlu tindakan bersama dan serempak. Dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sasaran utama kita adalah anak-anak dan remaja. Mereka rentan terhadap pengaruh buruk dan merupakan target utama pasar gelap narkoba.
Data narkoba di NTT memberikan lampu kuning. Hingga November 2010, sudah banyak pelajar dan mahasiswa yang terlibat narkoba. Mahasiswa pasca-sarjana 2 kasus, mahasiswa calon sarjana 9 kasus, siswa SMA 132 kasus, siswa SMP 72 kasus, murid SD 5 kasus. Lihatlah, jumlah terbesar justru anak-anak dan remaja. Maka, bergegaslah. Jangan berlambat.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 12 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar