Kasus Pencobaan Pembunuhan di Sikka
Oleh Frans Anggal
Meridian Dewanto, kuasa hukum Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sikka Bernadus Nita, ajukan permohonan penangguhan penahanan. Kapolres Ghiri Prawijaya masih mempelajarinya, sebelum memutuskan mengabulkan atau menolak (Flores Pos Kamis 7 April 2011).
Kadis Nita ditahan 20 hari sejak Kamis 31 Maret, setelah ditetapkan jadi tersangka dalam kasus pencobaan pembunuhan terhadap seorang stafnya, Wens Maring. Ia dijerat pasal 53 jo 338 subsidair 335 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Tersangka mengejar Wens Maring dengan sebilah parang Rabu 30 Maret 2011, di kantor, pada jam dinas. Polisi turun tangan. Bupati Sosi Mitang tugas¬kan Asisten II Setda Blasius Pedor memediasi penye¬lesaian masalah (Flores Pos Kamis 31 Maret 2011).
Mediasi tidak batalkan tekad Wens Maring melapor ke polisi. Berdasarkan laporannyalah polisi bertindak. "Ia (Berandus Nita) ditetap¬kan jadi tersangka dan ditahan karena memiliki cukup bukti melakukan pencobaan pembunuhan terhadap salah seorang stafnya," kata Kasubag Humas Polres Sikka M. Behi (Flores Pos Sabtu 2 April 2011).
Sekarang kuasa hukum tersangka ajukan permohonan penangguhan penahanan. Dia kemukakan dua alasan. Pertama, selaku kadis DKP, tersangka masih sangat dibutuhkan sumbangsihnya bagi kepentingan masyarakat di dinasnya. Kedua, selaku kepala keluarga, tersangka sangat dibutuhkan kehadirannya oleh istri dan anak-anak di rumah.
Mengabulkan atau menolak, itu hak prerogatif kapolres. Hak prerogatif merupakan sebuah privilese, hak istimewa. Meski demikian, dasarnya harus tetap rasional. Kalau kapolres mengabulkan atau menolak permohonan penangguhan penahanan, dasarnya apa? Tanpa dasar yang rasional, penunaian hak prerogatif layak dan patut diduga sebagai bentuk pe¬nyalah¬gunaan wewenang (abuse of power).
Secara objektif, penahanan sang tersangka sudah legal. Sebab, ancaman hukumannya di atas lima tahun. Secara subjektif, penahanannya pun sudah rasional. Bukan hanya karena ia bisa mengulangi perbuatannya, bisa menghilangkan barang bukti, dan bisa melarikan diri. Tapi juga dan terutama, karena ia sedang berperkara dengan bawahannya sendiri!
Seandainya ia tidak ditahan, dengan demikian pula tetap berdinas sebagai kepala kantor, patut dapat diduga ia akan menyalahgunakan wewenang untuk memaksa atau mempengaruhi atau mengondisikan sedemikian rupa bawahannya sehingga sang bawahan terpaksa menarik kembali laporan polisi. Praduga ini patut dipertimbangkan menghadapi pernyataan kuasa hukum. Dia bilang, kalau kliennya bisa berada di luar tahanan, maka ia akan berupaya maksimal mendamaikan pelaku dan korban.
Dengan dasar objektif dan subjektif, kita mendesak kapolres agar tidak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersangka. Lagi pula, alasan yang dikemukakan kuasa hukumnya sangat rapuh. Dia bilang, selaku kadis DKP, tersangka masih sangat dibutuhkan sumbangsihnya bagi kepentingan masyarakat di dinasnya.
Benarkah begitu? Tidak! De facto, sang tersangka tidak sedang dibutuhkan. Kalau benar ia dibutuhkan di dinasnya, bupati tentu sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Itu tidak terjadi. Yang terjadi adalah: bupati menunjuk Asisten II Setda Blasius Pedor menjadi penjabat kepala DKP (Flores Pos Senin 4 April 2011). Jadi, Pak Kapolres, jangan ragu-ragu. Tahan sampai habis 20 hari!
“Bentara” FLORES POS, Jumat 8 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar