Keluhan Dana Guru Pengawas UN/UAS 2011
Oleh Frans Anggal
Para guru pengawas UN di Ende keluhkan rendahnya uang transportasi. Untuk mengawas silang dalam kota empat hari, tiap guru dapat Rp120 ribu. Sedangkan guru dari desa yang mengawas di kota menerima Rp250 ribu. Jumlah ini tidak cukup, karena mereka harus inap dan urus makan minum (Flores Pos Jumat 29 April 2011).
Keluhan ini mencuat saat kunjungan DPRD Ende di MTs Negeri Ende, Rabu 24 April 2011. DPRD yang dengar langsung keluhan ini langsung bereaksi pula.
Wakil Ketua Fransiskus Taso katakan, seharusnya hal seperti ini disampaikan kepada pemerintah, dinas PPO. Sebab, dinas yang lebih tahu penghitungan dan dasar penentuan anggaran yang diusulkan ke dewan untuk dibahas dan ditetapkan.
Jawaban ini tidak tepat. Benar, dinas lebih tahu penghitungan dan dasar penentuan anggaran yang diusulkan ke dewan. Namun, tidak berarti dewan boleh kurang tahu atau tidak tahu tentangnya. Usulan dinas dibahas oleh dewan. Pembahasan mengharuskan dewan mempelajari dan memahami apa yang diusulkan. Atas dasar pemahaman itulah dewan memutuskan menerima atau menolak.
Jadi, tidak benar pemosisian diri dewan sebagai pihak yang kurang tahu, di hadapan eksekutif yang diposisikan lebih tahu, tentang sesuatu yang sudah mereka bahas bersama. Semestinya sama-sama tahu. Bahkan, seharusnya dewan lebih tahu. Sebab dengan itu, ia bisa mengontrol eksekutif.
Selaku pengontrol, dewan harus tahu pelaksanaan penggunaan anggaran oleh eksekutif. Dalam konteks fungsi kontrol inilah DPRD Ende melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah yang selenggarakan UN. Dan pada saat itulah guru pengawas UN mengeluhkan uang transportasi yang terlalu kecil. Ini keluhan yang tepat. Tepat sasarannya, tepat waktunya, tepat tempatnya.
Sayang, terhadap keluhan yang sudah tepat ini, tanggapan Wakil Ketua DPRD justru tidak tepat. Dia bilang, seharusnya keluhan seperti ini disampaikan kepada pemerintah, dinas PPO. Pertanyaan kita: apakah salah alamat keluhan itu disampaikan kepada DPRD? Bukanah DPRD hadir di tempat itu, pada waktu itu, dalam rangka menjalankan fungsi kontrol, menjaring aspirasi, dan mendengarkan keluh kesah para pemangku kepentingan?
Selain menanggap tidak tepat, pernyataan Wakil Ketua DPRD juga bernada tidak sedap. Dia bilang, selama ini DPRD selalu dikambinghitamkan sebagai pihak yang mencoret dan mengurangi anggaran. Padahal, katanya, dewan dalam fungsi budget-nya hanya bertugas membahas dan menetapkan anggaran yang diusulkan pemerintah.
Pertanyaan kita: dengan "hanya" bertugas membahas dan menetapkan anggaran yang diusulkan pemerintah, apakah DPRD Ende tidak melakukan pencoretan atau pemangkasan anggaran? Nada pernyataan Wakil Ketua DPRD terkesan seolah-olah begitu. Sehingga, terkesan pula, semuanya salah eksekutif. Siapa suruh eksekutif usulkan anggaran pelaksanaan UN/UAS terlalu sedikit. Akibatnya, itu tadi, dana transportasi pengawas UN sangat rendah.
Benarkah semua ini salah eksekutif? Kadis PPO Yeremias Bore menjelaskan, dalam pembahasan anggaran 2011, dinasnya usulkan alokasi anggaran pelaksanaan UN/UAS sebesar Rp1,5 miliar. Setelah dibahas di dewan, anggarannya menjadi Rp1 miliar.
Artinya apa? DPRD yang pangkas! Pangkas sepetiganya memang. Maka, anggaran pelaksanaan UN/UAS berkurang. Dan sekarang DPRD lemparkan tanggung jawab ke dinas PPO? Mau cuci tangan?
"Bentara” FLORES POS, Sabtu 30 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar