Kasus Kematian Rm Faustin Sega Pr
Oleh Frans Anggal
Ada kemajuan dalam proses hukum kasus kematian Romo Faustin Sega Pr. Polda NTT yang sebelumnya hanya mem-back-up Polres Ngada, akhirnya mengambil alih penanganan kasus. Tersangka Theresia Tawa dan Rogasianus Waja dibawa ke Kupang. Ditahan. Setelah menemukan bukti baru, tim polda memutuskan: mengambil alih penyelidikan dan penyidikan dua tersangka.
Tak terbayangkan, jadinya seperti ini. Kasus Romo Faustin harus menyeberangi Laut Sawu. Locus delicti atau tempat kejadian perkaranya di Flores. Penahanan tersangkanya di Timor. Awal penyelidikan dan penyidikannya oleh Polres Ngada. Lanjutannya oleh Polda NTT.
Diwawas dengan Quick Wins, program barunya Polri, penanganan perkara seperti ini merupakan contoh terbaik tentang pelayanan terburuk. Polri mengidealkan pelayanan yang semakin cepat (quicker), semakin murah (cheaper), dan makin mudah (easier). Yang dilakukan Polres Ngada, jauh panggang dari api. Polri mengimpikan zero complain, berkurang dan kalau bisa kosongnya keluhan masyarakat. Yang dipanen Polres Ngada serba-terbalik. Berlimpah ruah keluhan, kekecewaan, protes, kecaman, hingga demo dari berbagai lapisan dan golongan masyarakat.
Buruknya kinerja Polres Ngada tidak sebatas persoalan ‘cepat’, ‘mudah’, dan ‘murah’ yang teknis itu. Ada yang jauh lebih hakiki dan mengerikan. Tergilasnya etika profesi oleh oknum, baik sebagai aparat penegak hukum maupun sebagai pejabat publik dan bawahan dari atasan dalam hierarki kepolisian.
Rubrik “Bentara” edisi Senin 23 Maret 2009 mengidentifikasikan penggilasan etika profesi ini sebagai “pembohongan”, sejalan dengan gema opini publik. Pertama, kematian Romo Faustin dikaitkan dengan kasus amoral, dengan sasaran kasus didiamkan karena akan menjadi aib bila diekspose melalui proses hukum. Kedua, hasil visum et repertum dokter RSUD Bajawa dimanipulasi. Konon korban meninggal karena serangan jantung dan hipertensi. Padahal pembuat visum tidak bersimpulan seperti itu, karena yang dilakukannya hanya pemeriksaan luar, bukan pemeriksaan dalam. Ketiga, hasil autopsi jenazah pun dimanipulasi. Pembohongan ini langsung ditujukan kepada kapolda.
Kepada Kapolda Antonius Bambang Suedi, Kapolres Edy Swahariyadi melaporkan, berdasarkan hasil autopsi, Romo Faustin meninggal secara wajar. Karena itu, sejumlah tersangka dibebaskan. Tinggal Theresia Tawa yang bersalah karena meninggalkan korban saat meninggal dan tidak melaporkan kejadian. Pembohongan ini baru diketahui kapolda saat ia bertemu Uskup Agung Ende Mgr Vincentius Sensi Potokota. Uskup menunjukkan surat hasil autopsi. Isinya mengejutkan. Korban meninggal karena kekerasan tumpul. Dari sinilah penanganan kasus diambil alih polda.
Kini harapan ditumpukan pada tim polda. Mengerikan kalau hal yang sama masih terulang. Permainan harus berakhir. Saatnya bekerja. Profesional.
“Bentara” FLORES POS, Kami 16 April 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar