Kasus Kematian Yoakim Langoday
Oleh Frans Anggal
Mobil Escudo merah itu resmi ditahan setelah diambil paksa polisi di Lewoleba, Minggu 26 Juli 2009. Pengambilpaksaan disaksikan ratusan warga. Ke kantor polisi, mobil ini diarak 600-an pengendara. Lewoleba heboh.
Mana tidak heboh, penahanan mobil berkaitan dengan kematian Yoakim Langoday. Kabid Pengawasan, Pengolahan, dan Pemasaran Dinas Kelautan dan Perikanan Lembata ini ditemukan tewas di hutan bakau Pantai Lamahora, 19 Mei 2009. Mobil inilah yang mengangkut para tersangka pelaku pembunuhan pada hari kejadian.
Kisah sang mobil sudah mencuat sejak berita kematian Langoday dilansir media. Berawal dari penuturan bocah Yohan. Saksi kunci ini menyebutnya ‘mobil merah’. Ia takut kalau melihatnya. Ia pun mengingatkan anak-anak Langoday agar hati-hati dengan ‘mobil merah’. Mobil ini sempat ditahan keluarga Langoday, diserahkan ke polisi, tapi kemudian dikembalikan ke pemiliknya karena penyidikan belum sampai ke sana.
Yang bikin heboh, mobil ini milik Erni Manuk. Erni adalah putri Andreas Duli Manuk, bupati Lembata. Tidak mungkin tidak heboh. Semua yang berkaitan dengan orang penting biasanya heboh. Teori jurnalistik menegaskan, names makes news, nama menciptakan berita. Kalangan figur publik selalu disorot. Itu lumrah, dari Sabang sampai Marauke, dari Kutub Utara sampai Kutub Selatan, dari musim durian sampai musim rambutan.
Yang bikin tambah heboh, tempat pengambilpaksaan mobil putri bupati ini. Yaitu, halaman rumah jabatan bupati. Soalnya, parkirnya di situ, di antara mobil dinas bupati EB 1 F dan mobil pribadi sang ayah, Nissan Terano, yang notabene mobil dinas alias pelat merah yang sudah dipelat-hitamkan alias diputihkan.
Coba kalau mobil sang putri diparkir di tempat lain, hebohnya tidak seperti ini. Dengan demikian, tidak perlu terjadi tidur siang sang ayah terganggu. Tidak perlu terjadi ia keluar dari rumah, bercelana pendek berbaju singlet, marah-marah dan mengusir penonton. Tidak perlu terjadi ia sebut-sebut nama wartawan dengan emosional.
Reaksi emosionalnya malah bikin peristiwanya tambah heboh. Lagi pula, sudah marah-marah, mesin mobilnya tidak bisa hidup. Kuncinya di tangan sang putri. Sementara sang putri tidak ada di tempat. Satu ban depan pun gembos. Maka, untuk bisa ke kantor polisi, mobil ini ditarik pakai mobil Dalmas. Diarak pula oleh ratusan pengendara roda dua dan roda empat. Betul-betul heboh.
Apa arti semua kehebohan ini? Fenomena biasa? Fenomena kerumunan? Fenomena jalanan? Fenomena baku ikut? Orang datang nonton karena yang lain datang nonton? Orang ikut perarakan karena yang lain ikut perarakan?
Tampaknya, tidak. Ini fenomena luar biasa. Mereka itu nonton bukan karena baku ikut. Mereka itu berarak bukan karena ingin rame. Mereka kumpulan individu tercerahkan. Punya agenda setting. Mereka sedang dan akan tetap mengawal proses hukum kasus Langoday sampai tuntas.
Dengan caranya, mereka dorong penegak hukum bekerja lurus. Mereka dorong tersangka bertutur jujur. Kebenaran harus cepat diungkapkan agar keadilan segera ditegakkan. Sebab, seperti kata Henri Frederic Amiel, Truth is not only violated by falsehood; it may be equally outraged by silence. Kebenaran tidak hanya dilanggar oleh dusta; ia mungkin juga diperkosa oleh bungkam.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 28 Juli 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar