22 Juli 2009

PPO Manggarai dan Keledai

Kasus DAK 2009 bagi Sekolah-Sekolah

Oleh Frans Anggal

Dana DAK 2009 belum turun ke sekolah-sekolah, para kasek di Manggarai sudah ketakutan. Ada apa? Dalam juknis, dana DAK diswakelola oleh kasek bersama komite. Dalam kenyataan, mereka ditekan para calo proyek. Para calo minta proyek dikerjakan kontraktor yang ditentukan dinas PPO. Berani tolak, DAK dialihkan ke sekolah lain.

Diduga, para calo itu orang-orang dinas PPO. Begitu laporan Koordinator Forum Pemerhati Masalah Pendidikan (FPMP) Manggarai, Fery Cembes. Plt Kadis PPO Rafael Ogur membantah. Kata dia, pengelolaan DAK kewenangan kasek dan komite. Dinas tak campur tangan. Dinas hanya awasi pelaksanaannya. Yang dilakukan dinas saat ini hanyalah sosialisasi juknis ke sekolah penerima DAK. Bukan intervensi, apalagi sampai mengebiri hak kasek dan komite.

Percaya yang mana? Percaya Fery Cembes yang laporkan keluhan para kasek? Ataukah percaya Rafael Ogur yang membantah semua keluhan itu? Anda, yang tahu kebiasaan penguasa mereaksi kontrol publik, tahu jawabannya.

Menanggapi laporan Fery Cembes, Rafael Ogur langsung membantah. Seakan-akan di tangannya sudah tersaji data lengkap yang menafikan semua isi laporan itu. Seakan-akan tentang hal yang dipersoalkan, Cembes dan Ogur telah bekerja secara simultan, merekam hal yang sama dan sebangun secara diametral. Ini tidak realistis.

Jadi? Bantahan yang disampaikan Ogur hanyalah mekanisme pertahanan diri khas penguasa. Tak lebih dari ekspresi alergi terhadap kontrol dan kritik. Kontrol publik dianggap sebagai tudingan. Tudingan dianggap sebagai ancaman. Karena itu, langsung ditanggapinya saat itu juga dengan bantahan.

Sikap seperti ini tidak bijaksana. Semestinya, hal yang disampaikan melalui kontrol publik dihargai dulu sebagai masukan. Selanjutnya, masukan itu diverifikasi melalui kroscek di lapangan. Ini, belum apa-apa, langsung dibantah.

Bagi dinas PPO Manggarai, sikap bijaksana mereaksi kontrol publik mendesak dituntut dari siapa pun yang memimpin. Ada tiga alasan.

Pertama, dinas ini menyerap anggaran paling besar. APBD 2010 mengalokasikan Rp35 miliar. Tanpa kontrol dan sikap bijaksana menanggapi kontrol, petakalah yang akan muncul. Banyak uang, banyak kasus. Banyak proyek, banyak korupsi.

Kedua, dinas PPO diandalkan sebagai garda terdepan penyiapan generasi penerus bangsa. Nilai adiluhung apa yang bisa ditawarkan kepada dunia pendidikan Manggarai apabila dinas ini menjadi sarang penyamun?

Ketiga, soal dana, khususnya DAK, dinas PPO Manggarai sudah punya reputasi buruk. Pengelolaan DAK 2007 bermasalah. Kadis Tadeus Juit dan staf Yosef Labu jadi tersangka kasus korupsi. Ceritanya mirip. Dimulai dari keluhan para kasek. Keluhan mereka tidak ditanggapi bijaksana. Dinas masa bodoh, tetap potong sana, kebiri sini. Nah, ketika dinasnya tidak tanggap, kejarilah yang tanggap. Maka, Tadeus Juit dan Yosef Labu pun menjadi penghuni Labe.

Dalam anggapan kita, kasus DAK 2007 yang menjebloskan kadis ke Labe sudah cukup menghentakkan dinas PPO Manggarai. Selanjutnya, dinas ini pasti lebih hati-hati, jujur dan lurus, ikut aturan main. Tampaknya, anggapan kita terlampau polos. Kita lupakan satu hal: keuangan yang mahakuasa. Uang bisa bikin dinas jadi seperti keledai. Dan keledai selalu terantuk pada batu yang sama.

“Bentara” FLORES POS, Rabu 22 Juli 2009

Tidak ada komentar: