Kontroversi Pemindahan Komodo Flores ke Bali
Oleh Frans Anggal
Penolakan terhadap SK Menhut MS Kaban tentang pemindahan komodo dari Wae Wuul ke Bali bergulung seperti bola salju. Makin lama makin besar. Banyak argumentasi telah mematahkan dalih Kaban. Tapi ia tetap ngotot, dengan dalih baru.
Setelah dalih pemurnian genetik komodo dimentahkan, Kaban kemukakan dalih lain: penyelamatan populasi komodo sambil ‘mempersalahkan’ habitat di Flores. Kata dia, komodo Flores terancam, hidup di areal semak belukar penuh rumput kering yang di musim panas sanga mudah terbakar.
Alasan lain: komodo Flores mulai masuk perkampungan dan memangsa ternak masyarakat. Ini dapat memicu konflik.
Satu lagi: kurangnya pasokan makanan. Apabila dibiarkan di habitat dengan kondisi kekurangan sumber makanan, suatu saat komodo Flores akan habis secara alamiah karena kanibalisme.
Semua ini dikatakan Menhut Kaban di Jakarta, Selasa 28 Juli 2009 (Kompas.com).
Betapa tololnya semua dalih itu. Pertama, dalih komodo hidup di areal semak belukar. Habitat komodo memang begitu, Pak! Di Pulau Komodo, Gili Motang, Nusa Kode, dan Rinca, sama. Begitulah savana. Di musim kemarau, rumputnya kering sehingga mudah terbakar. Tetapi justru di savana inilah hidup hewan pemakan rumput seperti rusa dll yang adalah makanan utama komodo. Apa Menhut mau habitat ini dijadikan hutan tropis? Gila namanya. Menghutankan savana sama dengan memutus mata rantai makanan komodo.
Kedua, dalih bahwa komodo mulai masuk perkampungan dan memangsa ternak masyarakat. Ini bukan hal baru. Di permukiman di TNK juga begitu. Soal makan, komodo itu oportunistik. Ikan jemuran nelayan juga dia sikat. Apa ini dapat memicu konflik? Jangan berlebihanlah. Di Flores, anjing, kucing, musang memangsa ternak bukan cerita baru. Yang begini tidak perlu memicu perang antar-kampung. Di TNK, komodo memangsa kambing warga juga biasa. Apa lalu komodo di sana juga mau dipindahkan ke Bali?
Ketiga,dalih kurangnya pasokan makanan, sehingga suatu saat komodo akan habis secara alamiah karena kanibalisme. Bisa saja. Persoalannya, apa lantas komodonya harus dipindahkan? Ketika orang di Etiopia kelaparan, apa yang dilakukan PBB? PBB membawa makanan ke Etiopia, bukan memindahkan orang kelaparan itu keluar dari Etiopia. Kalau komodo kekurangan makanan, yang harus dibawa adalah makanannya, bukan komodonya. Bawa makanan komodo ke habitatnya, bukan bawa komodo keluar dari habitatnya.
Untuk itu, untuk mencukupkan makanan bagi komodo, perlu dibangun pusat konservasi di habitat aslinya. Ini yang mendesak dilakukan, bukan memindahkan komodo. Bahwa dibutuhkan dana besar, jelaslah. Sama juga, pindahkan komodo bukan tanpa dana. Sekadar gambaran, pemindahan tiga harimau sumatera dari Aceh ke Lampung tahun 2008 menelan Rp 2,8 miliar.
Nah, berapa dana pemindahan komodo ke Bali? Belum diketahui. Miliaran sudah pasti. Adalah jauh lebih berdaya guna dan berhasil guna kalau dana itu dianggarkan untuk membangun pusat konservasi, meski bertahap.
Setujukah Menhut? Hmmm. Pindahkan komodo itu kan proyek. Siapa dapat berapa, rahasia. Yang tidak rahasia cuma ini: komodo kita di Flores diambil gratis, lewat proyek pemindahan yang untungnya bukan untuk kita, sehingga kita cuma makan angin, masuk angin, dan buang angin. Relakah kita?
“Bentara” FLORES POS, Sabtu 1 Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar