Kritik untuk Bupati Pranda dan Menhut Kaban
Oleh Frans Anggal
Selangkah lagi, Taman Nasional Komodo masuk ‘7 keajaiban baru alam dunia’ (new 7 wonders of nature). Posisinya kini: satu dari 28 nominasi. Seleksi masih berlanjut. Finalnya 2011. Kalau dukungan poling ke penyelenggara di Swiss tetap besar, impian new 7 wonders bukan mustahil.
Jika impian itu jadi kenyataan, apa unutungnya ? “Wisatawan mancanegara akan semakin banyak berkunjung ke Indonesia.” Begitu tulis Kepala Balai TNK Tamen Sitorus dalam buletin Varanus, Vol 1/April 2009.
Karena itu, kampanye pun besar-besaran. Di daerah: Pemkab Mabar mendorong masyarakat mengirim dukungan. Pemkab menyiapkan internet gratis. Di tingkat nasional: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menggandeng National Geografic Indonesia bersama berbagai media nasional, komunitas, pemenang kontes, dan selebritis.
Semua pihak punya mimpi yang sama. TNK masuk ‘7 keajaiban dunia’. Sayangnya , mimpi boleh sama, tindakan belum tentu. Mimpi jalan lain, tindakan jalan lain. Bukan hanya lain, tapi juga bertentangan. Tindakan menghancurkan mimpi.
Di daerah, tindakan menghancurkan mimpi itu dilakukan Bupati Fidelis Pranda. Di satu sisi, ia impikan TNK masuk 7 kejaiban dunia, sehingga ia gencar kampanyekan dukungan dan sediakan internet gratis. Di sisi lain, ia izinkan ekplorasi tambang emas di Batu Gosok yang notebene jalur hijau dan masih termasuk wilayah kota Labuan Bajo. Tambang terbuka perusak lingkungan ia kawinpaksakan dengan pariwisata pencinta alam lestari.
Di tingkat nasional, tindakan menghancurkan mimpi ‘7 keajaiban dunia’ dilakukan Menhut MS Kaban. Ia datang ke Labuan Bajo, bikin pernyataan. Dia bilang, Batu Gosok tidak masuk hutan lindung. Batu Gosok berada di luar TNK. Juga bukan zona penyangga (buffer zone) TNK. Secara tekstual, pernyataannya benar. Secara kontekstual, tidak. Ia tidak melihat bagaimana ancaman tambang Batu Gosok bagi TNK.
Kendati bukan buffer zone TNK, Batu Gosok merupakan bagian tak terpisahkan dari pariwisata terpadu yang merangkai TNK dan Labuan Bajo. Dalam konteks pariwisata terpadu, Batu Gosok buffer zone juga. Boleh dibilang, zona intinya TNK, zona penyangganya Labuan Bajo dan sekitarnya, termasuk Batu Gosok.
Idealnya, turis yang ke TNK harus terpikat juga ke Labuan Bajo membelanjakan dolar mereka. Bagaimana mereka bisa terpikat kalau di kawasan kota itu ada tambang terbuka yang merusak lingkungan? Dari sisi pariwisata terpadu, memaksakan tambang Batu Gosok tidaklah waras.
Ini tidak dilihat Bupati Pranda. Juga tidak dilihat Menhut Kaban. Bahkan sedemikian rabunnya, menhut satu ini bisa bikin surat aneh. Ia izinkan penangkapan lima pasang komodo di Wae Wuul dan Riung untuk Taman Safari Denpasar, Bali. Katanya demi pemurnian genetik. Memangnya di Wae Wuul dan Riung komodo itu bisa kawin sama kambing sehingga harus dibawa ke Bali untuk dimurnikan genetiknya?
Tambang emas Batu Gosok. Penangkapan komodo. Dua-duanya tidak waras. Dua-duanya menghancurkan TNK. Kasihan nasibmu TNK. Dipermainkan penguasa daerah dan penguasa nasional. Untuk masuk ‘7 keajaiban dunia’, kamu mereka dukung lewat kampanye, imbauan, dan internet gratis. Bersamaan dengan itu, citramu mereka rusakkan. Penguasa aneh, layaknya ditempeleng.
“Bentara” FLORES POS, Sabtu 25 Juli 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar