Kasus Kematian Yoakim Langoday
Oleh Frans Anggal
Minggu 19 Juli 2009, dua bulan sudah kematian Yoakim Langoday. Ia Kabid Pengawasan, Pengolahan, dan Pemasaran Dinas Kelautan dan Perikanan Lembata. Ditemukan tewas (dibunuh) di hutan bakau Pantai Lamahora.
Siapa pelakunya? Siapa otaknya? Apa motifinya? Semuanya sedang dalam lidik polisi. Kapan terungkap, tergantung dari kerja polisi. Kapolres Marthen Johannis sudah berjanji, akhir Juli tersangka pelakunya diumumkan.
Jadi, tunggu saja. Ini proses hukum. Dan, begitulah proses hukum. Karakteristiknya sering penuh dengan selubung. Di bawah selubung, bisa terjadi apa saja. Dan di tangan aparat curang, di bawah selubung itu, keadilan dan kebenaran bisa mati tercekik. Atau, dalam rumusan Profesor Charles Chaumont, “Hukum seperti ini tidak akan adil ditinjau dari segi apa yang dibenarkan dan tidak realistis karena mengabaikan apa yang sebenarnya terjadi.”
Dalam kasus kematian Langoday, gejala penuh selubung sempat terendus katika Polres Lembata masih dipimpin Geradus Bata Besu. Lidiknya begitu lamban. Keluarga tidak puas, lalu mendesak Polda NTT mengambil alih penanganan. Desakan keluarga dipenuhi. Bukan hanya mengambil alih kasus, polda malah mencopot Bata Besu. Ia diganti Marthen Johannis.
Hingga di sini, seraya menunggu sejauh mana Marthen Johannis memenuhi janjinya, langkah Polda NTT patut dipuji. Polda begitu tanggap. Juga rendah hati mengakui kelemahan jajarannya. Kelemahan seperti ini merata di mana-mana. Boleh dibilang sudah sistemik. Lihatlah, di banyak tempat, cepat atau lambat, kapolres akhirnya terkooptasi oleh kepala daerah. Ada yang begitu lemah gemulainya sampai rela menjadi anjing piaraan bupati.
Di tangan kapolres seperti ini, apa yang bisa diharapkan ketika, misalnya, sang bupati melakukan korupsi? Di tangan kapolres seperti ini, apa yang bisa diharapkan ketika, misalnya, anak bupati melakukan perbuatan melawan hukum karena merasa ‘anak bupati’ sama dengan ‘bupati anak’? Tidak ada yang bisa diharapkan! Sebab, sang kapolres bukan lagi penegak hukum, tapi budak dari kepentingan yang sudah melekat (vested interest).
Di tangan kapolres yang salah, hukum yang benar bisa jadi salah. Ini terkait dengan ciri daya paksa hukum. Oleh penghalusan moral dan nilai-nilai sosial, hukum memang mempunyai kekuatan. Namun, ciri daya paksanya tidak berasal dari dalam dirinya sendiri. Ia berasal dari tempat lain, dari kekuatan lain. Antara lain, dari polisi, jaksa, hakim, dst. Karena itu, tidak berlebihan kalau dikatakan, bagaimana hukum dan hukumannya, tergantung dari siapa dulu kapolresnya.
Selaku kapolres baru Lembata, Marthen Johannis relatif masih bersih.Belum terlilit vested interest. Belum terkooptasi kekuatan lain. Karenannya, kita boleh berharap, ia akan memenuhi janjinya. Mengumumkan tersangka pelaku, akhir Juli.
“Bentara” FLORES POS, Sabtu 18 Juli 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar